Bismillaah
Aku sedih. Sedih sekali. Vicha tidak bisa berenang lagi. Matanya terbuka lebar terus mulutnya tidak bergerak-gerak. Siripnya diam saja. Sedari tadi. Sejak aku bangun tidur. Kata Mama, Vicha mati. Pulang ke rumah Allaah.
Di mana kah rumah Allaah?
Aku mau ikut Vicha
Tapi, kenapa Vicha masih di sini?
Lihat, dia masih di aquarium
"Mama, kenapa Vicha pulang? Okino tidak nakal. Okino baik. Okino sayang Vicha. Sayyyaaang!" Tangisku meledak. Aku tidak kuat lagi, melihat tubuh Vicah mengapung tak berdaya seperti itu. "Vichaaa, come baaack! Okino loves youuu!" Aku menjeriti-jerit. Tangisku tak mau berhenti. Aku mau Vicha.
Mama menenangkanku. Dipeluknya aku dengan penuh cinta. "Gendhuk Honey, Vicha pulang karena dipanggil Allaah. Bukan karena Honey nakal. Mama tahu kok Honey baik. Honey sayang Vicha. Tapi, Vicha juga milik Allaah. Bukan milik kita. Vicha sayang Gendhuk Honey juga. Tapi, Vicha lebih sayang kepada Allaah. Vicha pulang, karena Vicha sayang sama Allaah. Rindu sama Allaah," terang Mama penuh kesabaran. Diusap-usapnya punggungku. Aku, menggelepar dalam gendongannya.
Telepon berdering nyaring. Mama menggendongku ke meja telepon. "Papa," bisiknya sambil mengangkat gagang telepon. Aku ingat, Papa sedang ada tugas di Belgia sejak kemarin pagi.
"Assalamu'alaykum, Kangmas. Ya, Kangmas. Honey sedih sekali. Merasa sangat kehilangan. Mela sudah menenangkannya, Kangmas. Tapi, sampai sekarang belum bisa tenang. Vichanya masih di aquarium. Mela nggak bisa mengambilnya, Mas. Gendhuk nggak mau Vicha dikubur. Katanya kasihan. Sayang Vicha. Help me please, Mas?" Mama panjang lebar memberikan Papa penjelasan. Ah, aku tidak mengerti. Mengapa Vicha harus mati? Kasihaaan, Vicha. Sayyyaaang, Vicha. Mulutnya tidak bergerak! Matanya, oooh, matanya bisa seperti itu. Hikaaa.
"Honey, Papa mau bicara. Boleh?" Mama mengangsurkan gagang telepon ke arahku sambil mengajakku duduk di sofa. Aku menurut. Aku suka berbicara sama Papa. Suuukaaa.
"Papa, where is Allaah?" Tanyaku begitu tersambung dengan Papa. Sementara Mama berbisik, "Honey, boleh Mama memeriksa Vicha? Mama kan dokter, Honey. So, Mama boleh mengangkat Vicha jadi pasien Mama?" Tatap mata Mama meyakinkanku. Aku mengangguk cepat. Senang, Vicha mau diperiksa. Membayangkan Vicha bernapas lagi. Berenang lagi. Mulutnya bergerak-gerak lagi. Tidak mengapung lagi ....
"Little Angel, Allaah is there. With you," jawab Papa penuh keyakinan. Di sini? Bersamaku? Kenapa Allaah biarkan aku menangis? Kenapa Allaah mengambil Vicha dariku? Kenapa? Allaah nakal!
"Here, Papa? But, why is Allaah noughty?"
"Mata Air Surga, Allaah tidak nakal. Allaah Maha Baik. Please, listen to Papa. Vicha tidak mati. Vicha hanya pulang. Nanti, kita akan bertemu dengannya. Di surga." Kata Papa tenang dan dalam. Aku tahu, itu nada sungguhan. Serius. Kulirik Mama. Mama mengangkat Vicha dengan jaring kecil. Meletakkannya di keranjang sayur kecil dan mengamatinya. Perlahan mendekatiku.
"Hikaaa. Vichaaaa. Don't leave meeee!" Aku histeris, dan Papa menanangkanku, "Little Angel. Ssstttt, stop crying please. Nanti Vicha bersedih. Kasihan ...."
---#---
Belum ada tanggapan untuk "Papa, Where Is Allaah?"
Posting Komentar