Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Secangkir Teh Cinta---

Jakarta sudah terbangun dari tidur lelapnya. Singkat sekali waktu tidurnya. Terasa hanya beberapa menit saja, lengangnya. Dan sekarang, sudah ramai kembali. Jalanan dipenuhi dengan suara kendaraan bersahut-sahutan. Decit rem dan suara klakson yang beraneka ragam. Ada juga terdengar suara sirine di kejauhan sana.

Puri tersenyum simpul. Mereguk dalam-dalam udara dini hari itu. Mengedarkannya ke seluruh tubuhnya sepenuh cinta.

"Jakarta. Crowded sekali. Bertolak belakang dengan Leiden yang selalu sepi dari suara kendaraan. Hanya dihiasi denting bel sepeda. Begini kah setiap harinya, Mas?" Tanyanya santun pada Tsun yang baru saja bangun dan selesai berdoa.

"Yaaah, beginilah, Dik. Hampir sama dengan Kemetiran kan? Cuma, di Kemetiran jam sepuluh sudah sepi," katanya sembari merapikan baju tidurnya.

"Oooh, oke. It's O.k, Mas. Puri hanya ingin tahu saja. Hihi." Sergahnya dengan mimik wajah lucu. Pipinya bersemu merah. Ini, malam pertamanya tinggal di Jakarta. Rumah yang dikontrak Tsun sejak ia bekerja di sini. Rumah sederhana dan hanya memiliki empat ruangan. Ruang tamu, kamar tidur, dapur sekaligus ruang makan dan mushalla. Ada satu kamar mandi dan tempat untuk menjemur pakaian.

"Iyaaah, Dik. Mas minta maaf ya, nggak bisa ngasih yang lebih dari ini. Sabar ya, Dik, Shalihah-nya Mas?" Ucapnya sembari mengusap-usap lembut kepala Puri. Tercium harum shampoo aroma terapi yang menelusupkan hasrat ke dalam hati Tsun. Namun, dikendalikannya dirinya. Puri masih perlu waktu. Ingat itu. Tsun memberi warning pada dirinya sendiri.

"Loooh, Mas. Tidak perlu minta maaf. Puri mengerti kok dan Puri ikhlas, Mas." Jawabnya meneguhkan hati Tsun. Tsun menatap mata sipit bening milik Puri.

"Terima kasih, Dik. Semoga Allaah selalu menjagamu, Dik." Imbuhnya sebelum beranjak dar tempat tidur dan mengambil air wudhu. Shalat malam menjadi waktu istimewa baginya. Terlebih setelah Allaah hadirkan Puri. Jauh lebih istimewa lagi.

"Iyaaa, Maaas. Sama-sama."

Mereka larut dalam nuansa cinta. Cinta hamba kepada Sang Khaliq yang tak sebanding dengan cinta mana pun. Cinta sejati.

*

Tsun mengambil mug kesayangannya. Mug yang dibelinya di Malioboro dulu. Sudah lama sekali. Berwarna hitam dan bertuliskan Wedangan Ben Seger.

Minum the hangat adalah kebiasaannya setelah selesai tilawah. Shubuh, selalu menghadirkan semangat yang luar biasa baginya. Dituangkannya air panas dan diletakkannya The Celup Sosro. Diangkap dan dicelupkan lagi, diratakannya agar kentalnya mantap. Nah, selesai. Sekarang, tinggal menambahkan gula.

"Loooh, Mas. Kok buat lagi? Itu sudah Puri buatkan," Puri merangkulnya mesra dari belakang. Tsun terkejut, terharu, sekaligus malu.

"Oh, iya kah, Dik? Waaah, terima kasih, Dik. Lupa Mas ...,"

"Lupa, Mas? Lupa apa?"

"Hihihi. Lupa kalau sudah punya Shalihah-nya Mas ini lho. Aaah," Tsun mencuil pipi nyempluk Puri. Yang dicuil mengaduh mesra. Tawa pun berderai, bahagia!

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar