Aura Musim Gugur

Bismillaah

Salju,

Masih di musim semi. Namun, aura anggun musim gugur mulai terpancar dari bola mata bening milik Leiden. Aku mengikuti tarian daun-daun. Berdansa mesra, dalam pelukan angin asmara. Terdekap, hangat.

Mapel dan kers, masih berdiri tegak. Rimbun, menawan. Entah esok atau beberapa hari mendatang, mereka akan menggugurkan rerimbunan itu. Gugur dan menjadi gundul.

Pepohonan gundul yang gagah perkasa itulah, yang kelak akan mewarnai dentingan masa pada musim gugur. Sepertinya, aku akan memelukinya. Merangkulkan salam. Salam dari seorang hamba Allaah yang selalu diuji-Nya sebagai tanda cinta.

Membayangkan ... Menjalankan kursi roda di atas guguran daun-daun. Aaah, pasti akan sangat menyakitkan. Dimana, musim gugur yang telah berlalu, aku berlarian di sana. Berjalan-jalan dan memunguti Maple dan Kers. Mengumpulkannya di keranjang sepeda dan membawanya pulang. Lalu, kudengar Mama mengatakan, "Honey, sudah penuh keranjang musim gugurnya,"

Yaaa, aku tahu itu. Tapi, membawa Maple dan Kers pulang, adalah ritual cinta. Sakral menyelubungi musim gugurku.

Namun, apakah kursi roda itu menyakitkan? Tidak, tentu tidak. Aku bisa berdiri dan berjalan pelan-pelan. Dekat saja, tidak perlu terlalu jauh, dan aku berjanji ... Kubawa Maple dan Kers untuk memenuhi keranjang musim gugurku.

Dan aku juga berjanji, akan menuliskan kisahku bersamanya.

Masih di musim semi. Namun, aura anggun musim gugur mulai terpancar dari bola mata bening milik Leiden. Aku mengikuti tarian daun-daun. Berdansa mesra, dalam pelukan angin asmara. Terdekap, hangat.

Salju,

Tersenyumlah kita. Ini tidak seberapa. Barangkali, di luar sana, ada yang lebih "menderita" dibandingkan diriku. Thanks, Salju. I love you.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Aura Musim Gugur"

Posting Komentar