Menadahi Butiran Salju

heart-on-snow.jpg

Dengan sigap, aku menuntun sepeda dan menyandarkannya di pagar---kau ingat, sepedaku tidak punya standar--lalu, pelan-pelan kututup pintunya. Selesai. Sekarang, aku hanya harus menuntun sepeda sampai diujung gang dengan sedikit mengendap dan pastikan bel sepedaku tidak tersenggol oleh apa pun. Kau ingat bukan, ia sensitif sekali. Tersenggol sedikit saja sudah langsung menyenandungkan So Gaat De Molen dengan sekeras-kerasnya. Itu bahaya. Petualangan kita bisa mengalami kegagalan dengan sempurna. Bisa menebak bukan, apa yang akan terjadi.

Lega! Akhirnya bisa mencapi ujung gang dengan selamat dan sejahtera. Alhamdulillaah. Saatnya berselancar! Eh, bersepeda dan menjemputmu, Fatin. Wait for me, ya? I come soon ....

***

Kau sangat diberkahi. Dengan sabar hati---istilah yang kau gunakan untuk menggambarkan kebaikan Mommy dan Daddy-mu---mereka menemanimu di depan rumah. Menungguku menjemputmu, tentu saja. Dapat kulihat, kalian terlihat gembira dengan tawa sungguhan---ini istilahku untuk menggambarkan tertawa yang benar-benar tertawa, bukan sekedar ikut-ikutan tertawa atau berbasa-basi---melambaikan tangan ke arahku. Kukayuh sepeda dengan cepat dan menghentikannya tepat di hadapan kalian. Ahaaa! Alhamdulillaah, kau terlihat sangat sehat, Fatin. Aku bahagia sekali. BAHAGIA.

"Keren! Okino, kau petualang sejati," puji Om Alaska. Aku tersipu malu dan mengucapkan, "Thanks, seperti gurunya," sembari memberi kode kepada Fatin untuk segera duduk diboncengan. Fatin mengerti dan segera melakukannya. Kulihat, pipi kanannya bersemu merah. Hihihi.

"Tolong jaga Fatin, Okino. Dan, Tante harap kalian tidak terlalu lama di sana. Oke?" Tante Alaska menimpali. Oke, jelas aku akan menjagamu, Fatin. Dan, kita tidak akan lama di sana. Oleh karena itu, aku hanya menjawab, "Allright, Tante. Om. Daaag, assalamu'alaykum,"

***

Jalanan benar-benar sepi. Pagi masih benar-benar diselimuti kegelapan. Sunshine. Oh, Sunshine. Itu yang kita impikan selama ini, Fatin. Dimana, kita duduk berdua di atas ZAINOFA, menghadap ke ufuk dan mengamati detik demi detik lahirnya Sun. Ma syaa Allaah. Betapa itu, sesuatu yang amazing plus brilian dan aku tidak akan pernah melupakannya. Sunshine ....

belum usai

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "Menadahi Butiran Salju"

  1. Dan sun bertumbuh, menapaki garis cakrawala, memberi cahaya kehidupan pada bola yang perlahan berkarat, memberi sekelumit cinta pada kita berdua.

    Hehehe, kunjungan pagi sist

    BalasHapus
  2. @Fajar Maulana,
    Allaahu Akbar ... Thaaanks, :)

    Your writing is so amazing! :)

    BalasHapus