Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Ketika Air Mata Bercucuran---

Tidak ada satu pun makhluk yang bisa melawan kehendak Rabb. Jika Rabb berkehendak maka mutlaklah kehendak-Nya itu. Bapak sudah ikhlas melepaskan Tsun untuk mengikut Puri ke Belanda. Mama juga sudah sangat berbahagia dengan berita ini. Tetapi, apa hendak dikata? Atasan Tsun di kantor, tidak bisa melepaskan Tsun begitu saja. Banyak prosedur yang harus dilaluinya untuk bisa resign dari sana. Kelabu. Awan-awan kesedihan bergelantungan di langit biru, mencipta mendung.

Tetapi, untuk apa juga terlalu larut dalam kesedihan? Bukan kah Allaah tidak menghendaki hamba-Nya bersedih hati? Bukan kah setiap kehendak Allaah itu hanyalah untuk kebaikan hamba-Nya? "Maaas, don't be sad." Bisik Puri lembut. Nyaris tak terdengar. Tsun membuka matanya yang sedari tadi terpejam namun tak bisa tidur. Sedari tadi, hanya terpejam saja. Namun, pikirannya melayang-layang. Entah di mana.

"Iya, Dik. Mas nggak sedih kok. Mas hanya mikirin kamu, dan bayi kita." Tsun menatap wajah Puri lekat. Keduanya saling menatap. Dalam dan lama. "Kamu kan sedang mengandung, Dik. Masih ngidam lagi. Terus gimana nanti kamu di pesawat. Belasan jam lagi. Terus gimana juga pas lagi transit. Duuuh, Mas benar-benar khawatir, Dik. Khawatir," tambahnya panjang lebar.

"Maaas," Puri merajuk manja. Mengeratkan dekapan cintanya.

"Iya, Dik. Yaaah, gimana Mas nggak khawatir. Belanda itu jauh banget, Dik. Nanti kalau kamu muntah, pusing, lemes, siapa yang mau merawat? Semalem aja muntah-muntah sampe kayak gitu." Tsun menjelaskan lagi alasan kekhawatirannya. Tetapi, Puri malah menciumi pipinya. Mesra. Seolah tidak ada kekhawatiran dalam hatinya.

"Sudah, Mas. Kan, ada Allaah yang menjaga Puri. Don't worry, Mas. Allaah saves us," Puri menenangkan Tsun. Diusap-usapnya punggung Tsun lembut.

"Iya, Dik. Ya Allaah ... Maafkan Mas, Dik. Mas hanya bisa menitipkanmu pada Allaah," ucapnya menutup perbincangan mereka. Tsun lalu memeluk Puri lebih erat lagi. Air matanya berlinangan, hingga menetesi dahi Puri.

"Lhooo, Maaas? Don't be cry, Mas. Pleaseee. Hueeek, hueeek ...," Puri tidak tahan lagi. Kalau sudah mual seperti itu, hanya harus muntah solusinya. Tsun menyusut air matanya. Pasrah. Bagaimanapun rencana Allaah pasti indah. Pasti yang terbaik.

Diambilnya minyak kayu putih dan dibalurkannya dipunggung dan leher Puri. "Masih mual, Dik? Maafkan Mas, Dik. Mas nggak kuat menahan semua ini," bisiknya lirih sembari membersihkan muntahan Puri.

Itu, belum berakhir. Sekali lagi Puri muntah dan banyak sekali. Yang menjadikan indah adalah, bukannya mencarikan kantong plastik atau ember yang biasa untuk tadahan muntah, eh malah ditadahinya dengan tangannya. Hehe. Itulah cinta, tiada jijik lagi terasa. Sekalipun itu adalah muntahan ....

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar