Kau, Aku Dan Sebatang Lolipop

Bismillaah

Hari pertama masuk sekolah. Kau tahu, aku selalu excited dengan semua hal yang pertama. Topi pertama alias topi bayi. Kerudung pertama. Kau ingat fotoku yang memakai kerudung merah tulip dengan gradasi kuning? Itu, kerudung pertamaku. Diary pertama. Tentu kau ingat, note book kecil bergambar Teletubbies yang aku bersikukuh menamakannya Salju. Salju pertamaku. Kaus kaki pertama, sepatu pertama---kecil mungil, berwarna merah tulip, di bagian atasnya ada boneka beruang lucuuu---, popok bayi, dan masih banyak pertama-pertama yang lain yang masih tersimpan rapi di Koleksi Benda Pertama-ku.

Termasuk Kenangan Pertama. Nah, mungkin hari ini, akan masuk ke dalam Kenangan Pertama. Ups, jemariku ingin sekali menuliskan tentang makanan pertamaku---jelas ini masuk ke Koleksi Benda Pertama---kau tahu? Tim nasi bayam dan hati sapi. Uuuum, whaaat? Aku baru sadar, maksudku, pasti itu sangat tidak enak ya? Atau malah so yummy? Tapi, kalau disuruh makan tim nasi itu sekarang sih, lebih baik kabur. Melarikan diri dan memilih mendekam di Lovely Kolong. Hekekeke.

Any way, ini yang ingin kuceritakan. Sekolah masih sepi. Baru ada satu manutsia. Ups, sorry, menggunakan istilahnya Pauline untu menyebut orang asing. Dan, dia laki-laki paling **la yang pernah kutemui di dunia ini. Rambutnya gondrong. Gondrooong malah, sampai ke pinggang. Digerai begitu saja. Acak-acakan, jadi ingat Sujiwo Tejo. Eeeeh. Itu, siapa gitu yang kata Pauline orang pintar yang sering tampil di TV. Eh, jadi untuk bisa tampil di TV harus orang pintar ya? Ummm, I don't know. Semoga kesimpulanku benar, jika yang dimaksud dengan pintar oleh Pauline itu cerdas dan berbakat seperti yang kumaksudkan. Kupingnya dipasang anting-anting panjang menjuntai. Eh, apa itu, mirip rantai gitu. Serius!

Kalungnya juga panjang sekali. Liontinnya seram! Tengkorak kecil. Hitam dan giginya putih. Tengkoraknya maksudku. Dan gelangnya?! Yaa Rabb, itu gelang apa ular? Mirip sekali! Sampai merinding aku melihatnya. Belum pernah juga aku melihat celana jeans yang sengaja dilubangi di bagian lututnya. Emmm, apa tidak dingin? Ini kan **la banget!

Belum lagi sepatunya! Emang itu sengaja dilubagi bagian jemarinya ya, sampai keluar semua begitu? Aduuuh, rizqi mataku pagi ini! Itu saja yang bisa kutarik untuk menyimpulkan Kenangan Pertama-ku di UVA. Oooh, mungkin karena dia di Jurusan Psikologi, jadi berpenampilan sesuka dirinya sendiri dan **la? Aaah, tidak tahu, yang jelas aku harus segera menemukan mejaku.

Eh, tunggu! Ini, beneran Homeroom 7, kan? Jangan-jangan salah Homeroom lagi. Tersesat dan menemukan manutsia *la ini? Aaah, tidak asyik kan? Mana dia melihat ke arahku terus lagi. Eh, sebenarnya sama kan? Aku juga mengamatinya. Meskipun mencuri-curi gituuuh. Eeeh, jangan-jangan, aku juga masuk kategori manutsia *la lagi dalam pandangannya? Yaa Rabb, lindungi aku dari pandangannya. Aamiin. Kalau perlu, tolong buatlah matanya menjadi tidak bisa melihatku dengan jelas. Eh. Sorry.

Naaah, yippieee! Benar ini Homeroom 7 dan itu mejaku. Nomer 3. Whaaat? Jadi, aku akan menjadi tetangga mejanya? Maksudku, manutsia gila itu? Eh, sorry, jemariku menuliskannya dengan jelas tanda tanda bintang dua.

"Hello, Girl," sapanya mengejutkanku. Oooh, dia bisa bicara. Sama sepertiku. Oooh, lega! Setidaknya dia bukan monster!

"Oh, emmm, hellooo," aku gugup. Selalu begitu. Kau tahu kan, aku tidak pernah berbicara dengan laki-laki. Tentu kau paham itu.

"Indonesian? Oh, no. Mix!" Selorohnya, membuatku tersinggung. Mix? MIX! Seperti susu saja. Apa tidak bisa menggunakan istilah lain? Berdarah campuran misalnya? Uuuh!

"Indoland," tegasku dan aku lebih memilih untuk sibuk dengan Mata Kuliah Pertama: Psychology Generally.

"Oooh, so weet. Sugar!" Celotehnya, membuatku ngeri. Terlebih, tingkahnya yang seolah ingin menerkam membuatku takut. Sangat takut! Yaa Rabb, tolong datangkan semua teman dan dosenku sekarang, agar kami tidak berdua seperti ini. "Nohara. Ummm, cute name. Like it!" Tambahnya dan aku sama sekali tidak ingin menjawabnya. Dian dan membaca buku jauh lebih baik. Meskipun setelah itu, aku harus kaget setengah mati. Manutsia itu memukul meja dengan keras. Heiii, ada apa?

Hikaaa. Kenangan Pertama yang tidak asyik banget kan? Kau tahu itu. Ngeri banget! Baru setelah jam istirahat pertama, aku tahu namanya Engio. Anak Amerika. Aku tahu itu dari Miss Angela yang memperkenalkannya sebagai Mahasiswa pindahan dari LAU. Oooh, pindahan? Pantas saaaajaaa!

Alhamdulillaah, Allaah melapisi Kenangan Pertamaku dengan perkenalan yang menyenangkan with Mexican. Dia di meja nomer 2. Mexican Hexagara nama lengkapnya. Teman yang baik, menurutku. Ramah dan suka bercerita. Tentang apa pun termasuk tentang orang tuanya yang broken home. Eh, tunggu! Apa itu broken home? Rumah pecah? Aaah, aku tidak mengerti. Yang jelas, Mexican menceritakan, "Setiap hari Mami dan Papiku bertengkar. Ribut. Dan aku hanya bisa menangis. Sedih." Oooh, mungkin, pertengkaran bisa menyebabkan rumah menjadi pecah! Terutama jika selama bertengkar, semua orang memukul-mukul rumah? Entahlah!

Aku lebih cenderung mendengar. Aku memang pendengar yang baik. Kudengarkan semua cerita Mexican dengan tulus. Dia temanku. Kami berteman. Dan harus saling mengerti.

Any way, Engio ternyata usil sekali. Jahil. Dia, berkali-kali melempariku dengan kertas yang dikepak-kepal hingga menyerupai bola. Sakit, malu dan ngeri juga. Manutsia **la ini apa sih maunya? Apa tidak malu, sampai ditegur Miss Angela berkali-kali? Tentu tidak! Kau tahu, dia malah mengatakan, "I love Her, Miss," sewaktu Miss Angela menegurnya untuk yang ketiga kali. Whaaat? Maksudnya? Love me? Love itu dengan melempari bola-bola kertas ya? Atau harus? Oooh! Jadi, selama empat puluh menit itu, dia menggangguku lebih dari lima kali? Menyebalkan!

Oke, oke. Tidak apa-apa. Ini sudah menjadi resiko yang harus terjadi, sebab aku memilih dan memutuskan untuk bersekolah di ini. Well, tidak masalah Engio menggangguku. Anggap saja, kerikil kecil mungil yang menggelinding di antara langkah kakiku. Setuju? Sejak jam istirahat kedua tadi, aku memutuskan untuk tidak menganggapnya ada. Ups, sorry! Ini langkah terbaik.

Kenangan Pertama yang aneh kan? Kau ingat, Kenangan Pertama kita yang so sweet?

Aku datang terlambat ke sekolah. Karena aku tidak bisa mandi kurang dari tiga puluh menit. Jam berapa pun mulainya, harus tiga puluh menit. So, aku terlambat (sekali). Itu pun, aku sudah makan pagi di mobil dan minum susu (wajib) di pelataran parkir. Hebat bukan? Seperti manusia super sibuk saja. Eeeh, anak manusia super sibuk. Hekekeke.

Papa memintaku berlari menuju kelas. You know lah. Yeeeaaah, setidaknya tidak menunjukkan sikap masa bodoh terhadap keterlambatan. Oke, jadi aku benar-benar berlari sebisa mungkin.

Ya, ya! Ada kau yang menyusulku di belakang. Fiiiuuuh, lega! Kupikir aku yang paling terlambat atau satu-satunya murid baru yang terlambat datang. Ternyata tidak dan itu bagus. Sempat kulihat Papa melambaikan tangan sewaktu aku menoleh ke arah mobil. Kubalas dengan lambaian dan, "Byeee, Papa,".

Kau dan aku sama-sama terlambat. Oh, tidak harusnya kau yang paling belakang. Andai kita tidak saling menatap sekian detik lamanya. Uuuuh, jelas itu mengulur waktu. Apalagi kau malah menyapaku. Itu lebih mengulur lagi. Bukankah kalau ada yang menyapa, jita harus membalas dengan sapaan terbaik? Uuufff, lebih buruk dari itu, kita malah berbagi lolipop. Tepatnya, kau membagikan lolipopmu untukku. Oooh, so sweet.

Yaaa, so sweet! Dan, lebih so sweet lagi, saat kita sama-sama mendapat hukuman. Haha. Hukuman yang menyenangkan siiih. Kita harus menulis kata lolipop sebanyak seratus kali di buku home work. Jiiiaaah, tidak membayangkan, seperti apa reaksi papa dan Mama sewaktu tahu ini nanti.

Kenangan Pertama kita yang menyenangkan! Eh, tunggu. Bukan berarti, aku berharap Engio membagi lolipopnya denganku atau menyapaku sambil berlari tergesa di belakangku. Tidak, tidak!

Tentu tidak! Apalagi kalau harus ada kejadian saling menatap ... Itu dosa! Aku bukan anak-anak lagi sekarang. Haha.

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Kau, Aku Dan Sebatang Lolipop"

Posting Komentar