Surat Cinta Kak Pandu

Bismillaah

Surat Cinta Kak Pandu

A story by Sakura Sizuoka

Air mata Ratri berjatuhan, membasahi surat cinta dari Kak pandu. Entah, apa yang membuatnya berlinang air mata seperti itu. Apakah selama ini, Ratri pun menyimpan rasa cinta yang sama seperti yang dimiliki Kak Pandu? Atau, apakah ada cinta lain yang telah bersemayam di hatinya? Tidak, tidak! Tentu saja, cinta itu tidak ada di hatinya. Ratri yakin sepenuhnya, suatu hari nanti, Allaah akan memberinya cinta yang halal di hadapan-Nya. Cinta Sejati, yang akan menuntunnya meniti tangga menuju ridha Allaah. Bersama menuju Cinta Hakiki, yaitu Allaah Ta'ala.

Ratri mengemasi air matanya. Dilipatnya kertas surat berwarna merah jambu nan harum itu dan dimasukkannya kembali ke dalam amplop merah mawar. Di sana, tertulis namanya dengan jelas, tulisan tangan Kak Pandu. To: Ratri. Membaca itu, Ratri mendesah. Dihelanya napas panjang dan kini, dipandanginya amplop itu dengan perasayaan melayang-layang. Ringan.

Kak Pandu. Ikhwan berjubah hitam. Yaaa, ikhwan yang selalu mengenakan jubah hitam, lengkap dengan kopyah hitam dan surban hitam yang dikalungkan di lehernya. Hafidz Qur'an, cerdas, dan memiliki segudang prestasi di kampus. Akhwat mana yang tidak akan terpikat pada keshalihannya? Tapi ... Mengapa Kak Pandu menulis surat ini? Apa ini pantas? Apa ini tidak salah? Astaghfirullaahaladhiim. Dan aku? Mengapa aku membacanya? Bagaiamana bisa? Astaghfirullaahaladhiim. Seharusnya, kami bersama Murabbi. Apa pun yang terjadi nanti, kami tidak boleh seperti ini.

Hati Ratri gelisah. Resah. Perasaannya campur aduk. Kini, rintik hujan itu kembali membasahi wajahnya. Semakin ke sini, semakin deras dan akhirnya ditelungkupkannya wajah ayunya itu di atas bantal. Tangisnya tak bisa dicegah lagi. Menjelma hujan deras. Deras!

Diremasnya amplop merah mawar itu dengan segenap rasa yang membuncah di dadanya. Saling mendesak dan menggelegak. Kata demi kata yang tertulis di sana, berkelebatan di benaknya.

Assalamu'alaykum, Shalihah Cantik Manis

Kuharap kau tidak marah apa lagi membenciku. Cantik Manis, aku menulis surat ini, karena sudah tidak tahan lagi. Ternyata menahan letupan rindu itu sangatlah berat. Terlebih, menahan kuncupan asmara yang hendak menyembul, itu rasanya sakit sekali.

Cantik Manis, aku tidak akan berpanjang kata. Sudi kah kiranya kau menjadi Bidadari Surga bagiku? Tuliskanlah jawabanku di balik kertas ini.

Terima kasih dan mohon maaf. Apa pun yang menjadi keputusanmu, aku akan menerimanya dengan lapang dada.

Wassalamu'alaykum, Shalihah Cantik Manis

Nasyid Kaca Yang Berdebu mengalun merdu dari HP-nya. Itu, mengejutkan Ratri dan membuat tangisnya terhenti. Dilihatnya layar kaca dengan pandangan yang buram oleh butiran air mata. Ada nomer asing tertera di sana. Ratri ragu, apakah harus diangkatnya atau tidak. Tetapi, jika itu penting? Tapi, siapa yang menelpon malam-malam begini? Ratri melirik jam dinding, di sana angka jarum panjang dan pendek saling menggamit diangka sebelas. Ah, sudah larut malam. Siapa ya, yang menelepon?

"Assalamu'alaykum," suara Ratri tersendat.

"Alaykumussalam, Ratri. Maaf, ini aku, Syahna. Aku meminjam nomer suster," gugup Syahna menjelaskan. Suster? Syahna sakit? Di Rumah Sakit? Syahna kenapa? Pikiran Ratri kacau, dadanya berdebar kencang pun degup jantungnya, semakin tak beraturan. Innalillaahi. "Halo, Ratri are you still there?" Suara Syahna terdengar semakin bergetar dan panik.

"Ya, Syahna. Maaf, aku melap mimisanku tadi. Ada apa, Syahna?" Ratri membuang segenggam tisu yang sudah berlumuran darah itu ke tempat sampah kecil di samping tempat tidur.

"Emmm, oooh, eh, Ratri. Sebenarnya ...," Syahna semakin gugup dan seolah tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Itu membuat Ratri semakin tidak karuan dan itu berarti, darah semakin deras mengucur dari hidung mancungnya. Kalau sudah begitu, Ratri hanya bisa diam, menenangkan diri. Dilantunkannya Ayat-ayat Allaah dalam hati. "Kak Pandu, Ratri ... Kecelakaan ... Meninggal ...," suara Syahna tersendat-sendat namun jelas terdengar.

Ratri tersentak! Darahnya semakin deras mengucur dan kini, dadanya menjadi nyeri. Kak Pandu? Meninggal?

"Innalillaahi wainna ilaihi raji'uun ...," hanya itu yang sanggup diucapkan Ratri sebelum akhirnya tubuh semampainya itu ambruk tak sadarkan diri.

"Halo, halo, halo. Ratri, are you oke? Ratri ...?" Suara Syahna di seberang terdengar semakin panik dan tut, tut, tut, sambungan terputus.

Jauh di Rumah Sakit sana, Syahna dan beberapa teman aktifis kampus sedang menunggui jenazah Kak Pandu. Selamat jalan Kak Pandu, Allaah merahmatimu.

---#---

Postingan terkait:

6 Tanggapan untuk "Surat Cinta Kak Pandu"

  1. Nice story No. Keep writting. Gue terharu. Tarian pena elo semakin matang. BTW. Sekolah kan? See you No. Gue tunggu di homeroom.

    BalasHapus
  2. @Bendera,
    Thaaanks

    Iyeees, I have so much things to day

    See you later, Bendera. :)

    BalasHapus
  3. salam kenal buat admin yg pinter menulis diblog ini.. :)

    BalasHapus
  4. @syukron,
    Salam kenal kembali, :)

    Admin hanya mem-post saja, yang menulis Sakura Sizuoka. :)

    BalasHapus
  5. keren kawan postnya:-). Silaturahmi ya ke blog saya:-), dan kalau berkenan kita saling follow&ratting yuk:-D.

    BalasHapus
  6. Sakura Sizuoka Posted By Admin22 Oktober 2015 pukul 02.59

    @Faisal Fadli,
    Masih harus banyak belajar, Kak. :)

    Thanks. In syaa Allaah. Boleh, yuk?

    BalasHapus