Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Petuah Bapak---

Tsun begegas mencium punggung tangan Bapak. Ta'dhim dan penuh cinta. Bapak mengusap kepalanya penuh cinta pula. Kedua Bapak dan Anak itu lalu berpelukan melepas rindu. Bapak lalu meminta Tsun masuk. Rumah sepi. Hanya ada mereka berdua di sana. Setelah Sauzan menikah dan tinggal bersama suaminya, Bapak memang tinggal di rumah sendiri. Kewajiban Tsun lah menjenguk Bapak setiap ia libur bekerja. Sauzan itu adik semata wayang Tsun. Sebuah kesyukuran, sekarang sudah hidup berbahagia bersama suami dan anaknya, Shafira di Magelang sana. Kalau Sauzan berbahagia tentu Tsun pun turut berbahagia. Begitulah. Suka dan duka mereka lalui bersama.

"Piye kabare, Le? Rak apik wae to?" Bagaimana kabarnya, Le? Baik-baik saja kan? Bapak menyandarkan tubuh rentanya di badan kursi. Tsun mengangguk sambil tersenyum. Senyum yang dipaksakan karena sesungguhnya hatinya tengah bersedih. Menahan rindu dan mengkhawatirkan istri tercinta, ternyata bukan perkara remeh temeh baginya. Terlebih, kini Puri tengah mengandung Buah Hati.

"Alhamdulillaah, Pak. Sae." Ujarnya setelah menghela napas panjang dan berat. Wajahnya menunduk, seolah ingin menyembunyikan kesedihannya itu dari Bapak.

"Lho, kok ngono to, Le? Ada apa?" Lho kok gitu to, Le? Bapak menatapi wajah Tsun. Kini, air muka Tsun berubah merah. Menahan buliran air mata yang berdesakan di pelupuknya. "Udah, ndak usah sedih Le. Bapak tahu kok, gimana perasaanmu. Yo sing sabar." Imbuh Bapak bijak sembari beranjak menuju dapur. Bapak berniat membuatkan the manis panas kesukaan Tsun. Itu, biasa dilakukan Bapak saat menjumpai Tsun dan Sauzan dalam keadaan yang kuran baik. Menurut Bapak, the manis panas dapat membantu menenangkan pikiran yang ruwet. Terutama kalau minumnya sambil ditemani Bapak dan rempeyek kacangnya Lik Sumi. Lik Sumi itu adik bungsunya Bapak. Rempeyek kacang buatannya, numero uno. Selama ini bahkan Lik Sumi hidup dari berjualan rempeyek kacang.

Tsun mengusap wajahnya. Disekanya air mata yang berjatuhan. Dikuatkannya hatinya. Bagaimanapun, ini adalah resiko yang harus ditanggungnya. Resiko, ketika ia memilih dan memutuskan untuk hidup bersama Puri. Ya, salah satunya harus bermental baja di saat harus berjauhan seperti ini.

"Iki ki mung sedelo, Tsun," bisik hatinya. Ini hanya sebentar, Tsun.

***

"Sini, Le!" Bapak memanggilnya dan Tsun bergegas menuju dapur, tempat Bapak membuat the. "Wedangan karo gegeni," minum the sambil menghangatkan diri di depan tungku.

"Nggih, Pak. Maturnuwun," ya Pak, terima kasih. Tsun menuruti apa yang menjadi permintaan Bapak. Hangat, bisik hatinya. Ya, aku selalu merasa hangat jika di sini. Di rumah Bapak. Bukan saja karena api dari tungku ini, tapi karena Bapak memang selalu bisa memberiku kehangatan. Imbuh suara hatinya.

"Nah, ini kamu minum. Biar tenang pikiranmu. Kayak Bapak ini lho. Tenang terus. Terus tenang," guraunya. Bapak memang suka bergurau. Mungkin, itu yang membuat Bapak terlihat sehat dan awet muda.

"Nggih, Pak. Wah, mantap banget the buatan Bapak. Tiada duanya," Tsun berseloroh dan setelah itu menyeruput the bagiannya sampai berbunyi sluuupppprrrt. Bapak tergelak.

*Nah, gitu. Nggak usah sedih. Yang penting Puri baik-baik saja di sana. Ya to, Le? Kamu sudah dewasa sekarang. Kamu harus bisa mengambil resiko dari semua pilihan dan keputusanmu to Le? Sing sabar. Sing kuat. Nggak apa-apa berjauhan. Percaya saja pada Gusti Allaah. Serahkan semua pada-Nya. Pasrah. Lha wong sing ngatur kabeh ki Gusti Allaah kok," Bapak berbicara dengn nada yang sangat bijak. Kesabaran dan ketulusan kental terdengar di sana. Tsun mengangguk mantap. Senyumnya menyimpul di bibirnya pucatnya. Maklum kalau bibirnya pucat, berhari-hari kurang makan dan istirahat. Ternyata sakit rindu itu bisa berakibat fatal.

Ya, memang disadari Tsun, ini kenyataan yang harus dihadapinya. Sejak awal, Tsun sudah mengerti bahwa Puri itu Indoland yang tinggal di Belanda. Jadi, ketika ini terjadi, itu suatu kewajaran.

"Nggih, Pak. Kulo mangertos," ya, Pak. Saya mengerti. Jawab Tsun akhirnya, setelah gemuruh di hatinya. Mereda. Bapak tergelak lagi dan mendadak dapur menjadi sunyi, keduanya menikmati the manis panas buatan Bapak dan sesekali terdengar kriuuuk, kriiiuuuk, kriiiuuuk ... Rempeyek Lik Sumi memang jos!

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar