Suara Merdu Hafidzah

Bismillaah

Suara Merdu Hafidzah
A poetry by Sakura Sizuoka

Jalanan begitu lengang, waktu aku menapakkan kaki pertama kali di sini, Kota Kecil Sleedorntuin
Melangkahkan kaki, menuju rumah dengan nomer tujuh belas seperti yang tetera pada kartu nama ini
Kartu nama milik seorang hamba Allaah yang bertaqwa, yang akan menta'arufkanku dengan putri semata wayangnya, Hafidzah
Hatiku berdegup kencang, saat mataku akhirnya tertumbuk pada sebuah angka yang selama berminggu-minggu bergelayut mesra di pelupuk jiwa

Tujuh belas! Dan itu artinya, aku telah sampai!
Ya, aku telah sampai pada sebuah tempat, Kuil Suci yang di dalamnya berkumandang Ayat-ayat Allaah setiap waktu
Allaahu Akbar, lututku gemetar pun seluruh ragaku! Rasanya benar-benar tak percaya, Allaah menyampaikanku di sini
Sleedorntuin, tujuh belas dengan ornamen khas Belanda meliputinya, kutatapi angka itu hingga meneteslah air telaga jiwa

Langkahku terhenti, seiring pendengaranku menangkapi suara merdu dari lantai atas rumah itu, sayup sampai menyentuh kalbu
Surah Maryam. Ya, wanita itu tengah mengumandangkan Surah Maryam. Merdu nian ... Menelusup relung hati terdalamku. Diakah Hafidzah itu?
Hafidzah yang akan dita'arufkan denganku? Ya Allaah, betapa Engkau Maha Baik. Jika benar dia itu Hafidzah, betapa sangat beruntungnya diriku ini!
Semilir angin mendesing di sekitarku, mendaratkanku pada sebuah kenyataan baru nan indah!

"Assalamu'alaykum," suara wanita paruh baya itu menyapaku. Oh, jadi begini budaya di sini? Jika sudah ada janji, maka tanpa aku mengetuk pintu pun, sudah disambut dengan wajah berseri. Sungguh indah, menyenangkan hati!
"'Alaykumussalam, benar kah ini rumah Hafidzah? Saya Jibal dari Indonesia, Yogyakarta," jawabku sedikit kikuk. Lalu, keramahannya memintaku untuk tersenyum ta'dhim. Kuil suci itu, terus menerus dihiasai lantuan Ayat-ayat Allaah
Hafidzah ... Gadis shalihah, hamba Allaah yang bertaqwa. Bagaimana mungkin aku menolak ta'aruf ini? Bagaimana mungkin aku mundur teratur dan kembali pulang dengan tangan hampa?
Perjalanan yang panjang dan melelahkan selama ini, tak boleh membuahkan kegagalan!

"Silakan, ini putri kami, Hafidzah," tuturnya bijak menegukkan keteguhan hati, akan sebuah jalan yang indah menuju masa depan
Allaahu Akbar, aku tak sanggup menatapnya terlalu lama, bagiku dia begitu sempurna!
Kuanggukkan kepala tanda aku menyukainya lalu kutundukkan kepala ini dalam-dalam, aku takut sekali! Bola matanya sebening air putih dalam piala kaca!
Ya Allaah ... Hafidzah, izinkan aku menjadi imam bagimu, dunia dan akhirat. Semoga Allaah, meridhai kita!

Leiden, 14 Juli 2015

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Suara Merdu Hafidzah"

Posting Komentar