Serial: Catatan Mamak Tangguh (07)

Bismillaah Hemmm. Masya Allaah. Semilir angin pagi Gunung Kidul membuatku bergidik menahan gigil. Aku jadi membayangkan, bagaimana dengan musim dingin di Eropa atau Amerika sana, sedangkan musim bediding--peralihan antara musim kemarau dan penghujan--saja sedingin ini. Beeerrr, harus memakai pakaian berlapis-lapis. Kuedarkan pandang ke seliling. Penduduk di sini memiliki semangat hidup yang luar biasa, istimewa. Sepagi ini, ibu-ibu sudah berangkat ke telaga untuk mencuci pakaian. Di kejauhan sana, kulihat mereka berjalan beriring-iringan sambil menggendong tenggok berisi pakaian kotor dan menenteng ember, mungkin berisi deterjen dan sikat cuci. Aku menenak, kalau sekalian mandi, berarti di ember itu mereka membawa peralatan mandi. Oh, ya, tadi sempat kulihat dua orang ibu menyampirkan handuk di leher mereka. Hemmm. Tebakan jitu! Di sebelah bawah sana, berlawanan arah dengan jalan menuju telaga kulihat beberapa titik kobaran api. Tapi, tenang saja! Itu bukan kebakaran. Untuk mnghangatkan badan, penduduk di sini suka membuat "api unggun" dari guguran daun-daun. Mereka, menyapu pekarangan, mengumpulkan guguran daun-daun kering lalu membakarnya. Hemmm. Sudah bisa dipastikan, kehangatan akan merambati raga. Aku jadi iri. Ingin sekali ikut gegeni. Oh iya, aku belum menceritakan ya, bagaimana bisa di sini? Terpesona dengan suasana pagi, udara dingin yang menelusupkan beku, terhipnotis semangat juang penduduk desa ini, membuatku mabuk! Hehe. Baiklah, aku akan menceritakan semuanya. Sebentar, aku harus memakai jaket satu lagi. Jangan tertawa, ya? Nyaris baju yang kubawa, kupakai semua setiap pagi. Lapisan yang keren! Lihat, aku jadi mirip manusia salju! Oke. Jadi, namaku Kinasih. Naomi Pinilih Kinasih, nama lengkapku. Numpang lahir di Amsterdam, Belanda. Eh. Tunggu, jangan salah paham dulu. Aku, lahir di sana karena Bunda sedang ada tugas mengisi seminar parenting di sana. Waktu itu, usia kandungan Bunda baru tujuh setengah bulan. Yupz, benar! Aku lahir prematur. Alhamdulillaah, sehat dan selamat. Hehe. Eh. Sebentar, jangan banyak menebak! Biarkan aku cerita dulu. Jadi, bagaimana ya? Ummm ... Ayah, keturunan Belanda asli dan Bunda, keturunan Jawa asli. Terus, aku, keturunan Belanda dan Jawa. Begitu, maksudku. Eh, tapi jangan panggil aku bule ya? Hehe. Yaaah, meskipun postur tubuh, face, kulit dan logatku tetap kental ke Belandanya sih. Tapi, kan aku punya nama: Kinasih. Jadi, pleaseee call me with my name. Eh. Maaf. Jadi keluar kan Bahasa Inggrisku. Oh, tidak! Aku, tumbuh dan besar di Yogyakarta. Sungguh! Kenapa aku jadi lebih fasih berbahasa Inggris, karena Ayah dan Bunda menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Ibu-ku. Begitu .... Bahasa Belanda juga ding! Hehe. Ayah, konsultan kesehatan anak di Belanda sana dan Bunda, seorang psikolog anak di Indonesia. Bisa membayangkan kan, bagaimana kehidupan kami? Yupz, terkadang harus rela terpisah oleh ruang dan waktu. Cieee. :) Tapi, yaaah, aku sudah sangat terbiasa dengan alur itu. Maksudku, bertemu Ayah hanya dua pekan dalam waktu tiga bulan sekali. Atau, harus sering ditinggal Bunda di rumah sendiri. Yeeeaaah, aku bahagia dengan smeua itu! Bahkan, bisa dibilang, ada kebanggaan tersendiri terhadap Ayah dan Bunda. Mereka, super duper keren di mataku. Eh. Iyaaa, itulah kenapa, aku jadi psikolog seperti sekarang ini. Dilanjutkan tidak nih, ceritaku? Oke. Jadi, aku baru saja lulus dari Jurusan Psikologi Universitas Gadjah Mada. Alhamdulillaah, Allaah memudahkan dan melancarkan semuanya. Lulus dengan waktu paling singkat dan IPK yang memikat. Tebak sendiri deh, untuk hal ini! Biar penasaran. Hehe. Sudah tiga hari aku berada di sini. Di sudut timur Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbukit-bukit. Tepatnya, di dusun Ngenep, Dadap Ayu. Ituuu, jaaauuuh, dari tempatku tinggal. Tapi, jujur, aku bahagia dan bangga bisa dihadirkan di sini! Amaziiing! Bersambung

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Catatan Mamak Tangguh (07)"

Posting Komentar