Pepasir Pantai Volendam

Bismillaah

Pepasir Pantai Volendam
18 Juli 2015

Saat diri menapakkan kaki ... Pepasirnya terasa begitu hangat, merambati seluruh ruas dan sendi batinku
Matahari bertahta tepat di atas kepala dengan sinar silaunya yang menitiskan sensasi awas, jaga matamu!
Jadi, aku memutuskan untuk duduk di tenda payung, memilih yang coraknya pelangi, bisa membayangkan betapa bahagianya?
Kupakai sun glass-ku dengan senang hati. Bukan, bukan karena pemberiannya, tapi, aku tetap ingin mencuri pandang wajah silau matahari

Kau perlu tahu, ini pertama kalinya aku berjalan sendirian dari Sleedorntuin ke sini, sungguh!
Berganti-ganti bus dan trein, menjadikanku seorang remaja petualang dadakan yang terkadang celingukan memperhatikan sekeliling
Mengingat-ingat ... Jalur-jalur yang pernah kutempuhi bersama Mama, Papa dan kau. Dulu, dulu sekali! Waktu kita masih kanak-kanak
Kau ingat? Kita berebutan kinder isje di trein? Atau, kau mencoret lukisan keretaku dengan spidol merahmu dan aku menangis?

Tolong acungkan kedua jempolmu dan bertepuk tanganlah, aku sudah bisa bepergian sendiri, setidaknya ke sini, Pantai Volendam yang mengukirkan pintalan kenangan di antara kita
Terima kasih, atas semuanya dan alhamdulillah atas segala kesempatan yang ada
Kau juga perlu tahu, kupikir tenda payung ini, mirip dengan tenda payung yang kita sewa dulu
Bedanya, yang dulu itu kecil dan yang ini besar, lihatlah, bayangannya di pasir mirip igloo!

Matahari terus merambati angkasa, mengantarkanku menuju senja, kau tahu, sinar silau itu menjelma nampan jingga dengan kemilau silau mengitarinya
Dan, kau juga tahu kan, aku tengah bermesraan dengannya saat menyimpan roncean kata ini di dekapan kalbuku
Tak sedetik pun kulewatkan untuk menatapi elok wajah nampan jingga, perlahan kemilau silaunya memudar
Seolah meleburkan dirinya ke dalam rahim jingganya, sementara awan mulai terpercik warnanya, angkasa tenang dalam balutan awan-awan bergemulai

Bagaimana bisa aku memalingkan wajah? Sementara detik-detik yang berlalu menyuratkan bahasa hati yang tak bertepi!
Aku ... Lebur, kau tahu? Ingin kudekap ia, dan mengantarkannya hingga di batas senja
Membiarkan ia, didekap malam kelam untuk menyejukkan panasnya dan menidur damaikan lelah jiwanya
Kau, harusnya di sini, menemaniku mengantarkannya pulang, berdua melambaikan tangan dan melepasnya dengan gelak tawaa penuh harap!

Pepasir volendam pun menuturkan segunung rindu, kawah mendidih meletup-letup di dalam rahimnya, melukiskan kedalaman cinta suci
Kusebut itu desau risau nan menjemput damai, selah bergulat dengan pintalan-pintalan mimpi dalam asa
Leraikanlah! Kau, tahu kan, aku hampir tak berdaya menghadapi semua ini seorang diri
Satu yang ingin kuroncekan padamu, diujung pena ini, aku membutuhkanmu. Satu, selalu dan selamanya!

Leiden, 19 Juli 2015

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pepasir Pantai Volendam"

Posting Komentar