Serial: Jannah Family

23.jpg

Bismillaah

---Tsun Dan Kepasrahannya---

Bapak bergeming. Duduk berwibawa di atas kursi kayu di ruang depan. Matanya menerawang jauh, seolah menembus angkasa. Tsun dan Puri duduk di atas dingklik di depan Bapak. Pandangan mereka menunduk, menanti Bapak berbicara. Tsun sudah memberitahu Puri, Bapak selalu begitu setiap ada hal yang ingin disampaikan. Jadi, mereka harus bersabar menunggu.

Alhamdulillaah, Bapak sudah sembuh. Ternyata benar, kekuatan obat kimia masih tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekuatan cinta dan kasih sayang. Dekapan hangat Tsun dan Puri telah diridahi Allaah menjadi obat bagi sakitnya Bapak. Semoga Bapak sehat selalu. Aamiin.

"Le," panggil Bapak, masih dengan pandangan menerawang. Sebelumnya, menghela napas panjang dan mengusap wajah dengan telapak tangan kanannya. Khas Bapak saat berpikir serius. Tsun berdebar, gemetar. Apa yang sedang dipikirkan Bapak dan apa yang akan disampaikan Bapak? Ya Allaah. Hamba pasrah. Bisik hatinya.

"Nggih, Pak," jawabnya santun. Menatap sebentar wajah Bapak lalu menunduk lagi.

"Ya Le. Bapak ndak apa-apa kalo kamu mau ikut istrimu ke Belanda. Bapak lila," Bapak rela. Ikhlas. "Lha wong istrimu lagi ngandhut," lha orang istrimu sedang hamil. "Ndak tega to, kalo membiarkannya sendiri,"

Ucapan Bapak yang mengandung kentalnya ikhhlas dan tanggungjawab. Tsun semakin gemetar. Debar di hatinya semakin dahsyat. Bapak ...? "Nggih, Pak," jawabnya singkat. Selebihnya, hanya air mata yang mengalir haru. Syahdu. Tsun segera beranjak dari dingklik dan sungkem di kaki Bapak. Rasanya syukur begitu dalam atas keikhlasan Bapak melepasnya.

Puri bergeming, dalam air mata haru. Alhamdulillaah. Terima kasih, atas anugerah indah ini, Rabb bisik hatinya.

"Uwis Le. Sudah. Ndak usah nangis. Sudah menjadi kewajibanmu ngemong istrimu. Dimong sing apik," dijaga yang baik. "Apalagi istrimu lagi ngandhut Le. Diakehi sing ndonga," diperbanyak berdoa, "Muga-muga sehat selamat semuanya," imbuh Bapak sembari menyeka air mata. Diusap-usapnya punggung Tsun penuh cinta.

"Nggih, Pak. Alhamdulillaah. Maturnuwun," ucap Tsun serak. Suaranya serak. Terselubung haru. Akhirnya, setelah dirinya benar-benar pasrah, Allaah membukakan pintu-pintu kemudahan baginya.

"Puri, sini Ndhuk," Bapak tersenyum tulus ke arah puri.

"Iya, Pak." Puri mengikuti posisi duduk Tsun. Bersimpuh di hadapan Bapak.

"Alhamdulillaah. Jaga cucu Bapak baik-baik ya? Jaga dirimu. Maeme sing akeh," makan yang banyak. "Njuk wis pirang wulan to, Ndhuk?" Terus sudah berapa ulan to, Ndhuk?

"Iya, Bapak. In syaa Allaah. Lima minggu," Puri tersenyum-senyum manis. Senyum bahagia. Wajahnya berbinar-binar. Bapak mengusap-usap kepala Tsun dan Puri. Khas Bapak saat melepas Tsun.

Tiba-tiba, gelak tawa terlahir. Pecah memenuhi ruangan depan, saat Bapak meminta Puri berdiri dan mengusap-usap perutnya penuh sayang.

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar