A Letter For Cinta

Bismillaah

Dearest Cinta,

Di penghujung malam milik-Mu, izinkan diri ini menuliskan senandung rindu yang sedari tadi menggaung-gaung di seluruh ruang kalbu. Sungguh, tak sanggup lagi menahannya, hingga kalbuku ini menggelegak pecahlah tangisnya mirip tangisan bayi yang kehausan akan air susu ibunya. Engkau Tahu itu, Cinta. Maka, mohon, Engkau berkenan membacanya.

Aku pasrah, berserah diri seutuhnya kepada-Mu, atas segala yang ada dan terjadi sepanjang usiaku ini. Kugantungkan segala mimpi dan harap pada-Mu. Dan kulabuhkan setiap lembar masa yang telah berlalu dalam samudera cinta-Mu. Semoga, gulungan gelombang kasih-Mu, menenggelamkannya dan tiada lagi terulang dalam masa ini, esok, lusa dan yang akan datang. Sungguh, aku tak ingin semua kepahitan itu terulang kembali. Pun sakit dan sedih. Usai sudah!

Hanya ingin, mengisi hari-hari-Mu yang Engkau amanahkan padaku dengan kebaikan. Indah dan bahagia. Kuikhlaskan segala duka cita, kecewa dan luka yang menimpaku kemarin, dulu dan duluuu itu sebagai tempaan atas proses pembentukan pribadiku. Kumaknai itu sebagai proses. Proses untuk tahu, mengerti dan memahami arti hidup ini yang sesungguhnya. Bukan hanya karena meniru orang lain, bukan hanya karena diberitahu orang lain, namun mengerti dengan sesungguhnya karena Engkau memahamkannya atasku.

Hidup ini .... Perjalanan yang sama sekali tak kukenal. Hanya dengan Peta Takdir-Mu, aku berjalan menyusuri setiap titik yang mengarahkanku pada-Mu. Cinta dan ridha-Mu. Pada titik terdekat dan terakhir, yang Engkau noktahkan dalam Peta Takdir itu.

Siapa saja yang Engkau hadirkan dalam perjalananku itu, hanya Engkau yang Tahu. Orang yang baik. Orang yang tulus. Orang yang benar. Orang yang tidak baik. Orang yang tidak tulus. Orang yang tidak benar. Orang yang semu ... Semua itu, aku pahami sebagai proses. Proses untukku mengerti, bahwa hidup ini penuh warna. Penuh dengan kerikil-kerikil kecil yang mungkin akan membuat diriku terpeleset, terpelanting dan jatuh! Atau, barangkali, aku akan sangat berhati-hati dan waspada sehingga tidak pernah tergelincir? Aku tidak tahu dan hanya Engkau Yang Tahu. Engkau Yang Paham.

Bagiku, kehadiran mereka ... Guru yang sangat bijaksana. Mengajarkanku banyak hal. Ini loh, kejahatan! Ini loh, kebaikan! Ini loh, kejujuran! Ini loh, pengkhianatan! Ini loh, persahabatan dan ini loh, cinta!

Bahwa kejahatan itu tidak memandang siapa aku, kejahatan juga tak punya hati dan perasaan, ia bagai bom yang meledak tanpa mengenal waktu dan tempat!

Bahwa kebaikan itu, selalu memandangku dari sisi-sisi yang orang jahat tan bisa melihatku seperti apa adanya aku. Kebaikan selalu mendengarku dari suara-suara yang orang jahat tak bisa mendengar suara hati nuraniku. Bahwa kebaikan itu, seperti matahari. Meski akau menolak atau menerima cahayanya dia akan tetap bersinar. Yaaa, terus memendarkan cahaya kasihnya. Tanpa lelah!

Bahwa kejujuran itu sungguh tak ternilai harganya, dan itu hanya terlahir dari rahim hati orang yang benar-benar jujur. Ini loh kamu! Kamu itu kekanakan, belajar ya untuk menjadi dewasa. Kamu itu manja, belajar ya untuk menjadi mandiri. Kamu itu, kadang masih egois, belajar ya untuk bisa mengerti orang lain dan kepentingannya. Kamu itu, masih terlalu lugu dan polos, coba deh, belajar untuk tidak terlalu blak-blakan di publik!

Bahwa persahabatan itu, sungguh tak mengenal siapa aku, tapi mengenalku secara utuh! Tak terpisah-pisah seperti puzzle. Segala kekurangan dan kelebihanku pun diterima dengan baik. Dengan bijak. Dengan dewasa. Menegur atas kesalahan dengan kasih sayang. Mengingatkan atas kealpaan dengan kasih sayang. Menutupi apa yang menjadi aibku. Tulus dan jujur menghargai dan menghormati. Yaaa, seperti itu!

Aku sangat bersyukur, Cinta. Atas segala yang telah Engkau berikan dalam perjalananku. Sungguh, termasuk sakit ini. Termasuk lemah ini. Termasuk bahwa aku harus terpuruk di atas titik terlemah seperti ini. Aku sangat bersyukur. Setidaknya, aku jadi mengerti, siapa yang sesungguhnya menyayangiku ....

Cinta, musim semi kali ini sedikit berbeda! Dingin dan sepertinya, matahari tak secerah musim semi yang lalu. Namun, aku tetap sangat berterima kasih, atas dingin ini. Artinya, aku masih Engkau percayai untuk bisa merasakannya.

Cinta, terima kasih, atas karunia-Mu. Hingga jemari ini masih bisa menuliskan surat cinta ini untuk-Mu.

Lovest, Your Okinohara

Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "A Letter For Cinta"

  1. Allaah, Cinta Suci ... Semoga Engkau selalu menjagaku. Lahir dan batinku. Aamiin.

    BalasHapus