Simple Happiness

Sejujurnya aku selalu mencintai empat waktu dalam dua puluh empat jam. Sepertiga malam yang terakhir, saat matahari terbit, waktu shalat Dhuha dan ba'da shalat Maghrib. Di setiap waktu itu aku merasakan sensasi anugerah yang luar biasa istimewa dari Sang Maha Cinta. Brilian. Hingga begitu sulit untuk melukiskannya dengan kata-kata.

Kulirik jam dinding yang tertempel di antara kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad. Tepat jam dua dini hari. Kakang? Bisikku setelah berdo'a bangun tidur. Kukerjap-kerjapkan mata sambil memastikan apakah Kakang sudah bangun dan shalat atau belum.


Tidak seperti biasa, Kakang masih terlelap. Perlahan aku mendekat dan memeluknya dari samping. Dengan lembut kubisikkan, "Kakang, bangun. Shalat malam." Wajah sederhana penuh cinta itu masih tak bergeming. Mungkin Allah tengah menghadiahkan mimpi indah dalam tidurnya.

"Kaaang, bangun, Loveee." Ucapku lagi. Kali ini sambil menggoyangkan lengannya. Kudengar Kakang merespon dengan hemmm yang khas.

"Sudah hampir jam tiga, Kang. Bangun yuuuk?"

"Iya, Love. Hemmm, Gendhuk sudah bangun?"

"Belum, Kang. Masih tidur. Hahaha. Ya jelas sudah tooo, Kang. Kan udah mbangunin Kakang." Kataku sambil tergelak. Kakang ikut tergelak juga. Ramai sudah kamar sederhana kami ini.

"Gendhuk, Gendhuk. Ada- ada aja."

"Ya, habis Kakang gitu. Kadang susah dibanguninnya. Shalat yuk, Kang?"

"Bentar, Ndhuk. Aku mau bilang sesuatu. Penting." Katanya sambil menarik lembut tanganku.

"Iya, Kang? What's that?"

"Serius nih,"

"Iyaaa, apa tooo, Kaaang?"

"Hihihi ... I love you, Bidadari Surgaku." Ucapnya sambil mencubit ujung hidungku gemas.

"Hakakaka. Oca pikir apa, Kaaang. Love, Love."

"Yeee, nggak dijawab."

"Hihihi, thanks, Love. Kang, Oca loves Kakang too." Jawabku manja. Kontan kamar menjadi tambah meriah.

Bahagia itu sungguh sederhana. Dimana ketulusan hati menjadi mata air yang memancarkannya. Alhamdulillah, terimakasih, Kang.

The End

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Simple Happiness"

Posting Komentar