Greatest Memory

Bersama Papa
Di Ribuan Malam Yang Lalu

"Papa,"

"Ya, Little Angel?"

"Okino mau di sana. Bolehkah, Papa."

"Di sana, Mata Air Surga? Boleh Papa tahu kenapa?" Tanya Papa sambil menatap mataku lembut. Waktu itu kami sedang duduk berdua di depan jendela ruang kerja Papa. Di minggu pertama musim dingin.

"Di kebun belakang, Papa. Okino ingin menyelimuti vogeljte. Mereka pasti kedinginan."

"Hahaha ... Littel Angel. Sini, duduk di sini." Papa memintaku duduk di pangkuannya. Didekapnya tubuhku erat sambil membetulkan letak selimut agar bisa menyelimuti kami berdua.

"Little Angel, Allah Maha Baik. Allah menciptakan vogeltje dengan bulu tebalnya agar tidak kedinginan pada saat musim dingin. Allah Maha Pengasih, merontokkan bulu vogeltje saat musim panas tiba. Little Angel tahu, untuk apa Allah melakukan itu?"

"Hika hika hika ... Agar vogeltje tidak kepanasan, Papa. Benarkah?"

"Good, Mata Air Surga. Alhamdulillah. Seratus poin untuk Okinohara Van ... Van siapa, Honey?"

"Van Papa."

Tawa kami berderai. Disusul dengan tawa khas Mama yang sedang mengemasi buku kerjanya. Momen itu memanglah sederhana, tetapi kaya makna. Meski sudah sangat lama berlalu, namun selalu melekat di hati.

Tatapan mata Papa yang begitu lembut penuh kasih sayang. Usapan tangannya di kepalaku yang begitu menenteramkan dan dekapan hangatnya. Semuanya.

Rasanya, rindu ini kian membeku.
Peluk Papa dengan do'a.

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "Greatest Memory"