Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Layar Pun Terkembang---

Senja Bersama Cinta. Itu, judul cerpen yang sedang ditulis Puri di kamarnya. Cerpen itu, akan dibacakannya untuk Tsun nanti malam sebelum tidur. Di sana, Puri menuliskan tentang perjalanan cinta mereka berdua. Cinta yang indah, halal dan in syaa Allaah akan menuai ridha Allaah di Jannah kelak. Aamiin.

"Dik, lagi apa?" Tsun yang baru selesai mandi dan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya itu mendekati Puri. Merangkulnya dari belakang. Yang dirangkul terlonjak. Kaget dan Puri merasakaan jantungnya rontok! Debar-debar menggelenyar lembut namun kuat meliputi hatinya. Mas gagah sekali, batinnya. Eh, astaghfirullaah. Eh, iya, tidak apa-apa kan? Sudah halal. Imbuh batinnya dan ma syaa Allaah, bisik hatinya lagi. Alhamdulillaah. Itu kalimat terakhir yang digaungkan hatinya. Itu, membuat senyum cantiknya melengkung tebal di bibir merahnya. Meski kikuk dan grogi setengah mati, sih.

"Sedang menulis cerpen, Mas." Katanya tersendat. Wajahnya menunduk menekuri Buku karya. Tsun mengeratkan rangkulannya. Mau tahu? Puri mendadak pucat! Entahlah, semacam ketakutan menyergap hatinya. "Ennnggg, Mas. Emmmm, eh, oh, Mas." Mendadak gagap dan hanya bisa bergeming dalam debur jantungnya. Ia berpikir, aku sudaha tidak normal!

"Oooh, alhamulillaah. Terus berkarya, Dik. Semoga Allaah selalu memudahkan. Memberikan kekuatan." Tsun menciumi Puri penuh cinta. Puri kejang!

Tsun tertegun. Kaget dan merasa bersalah. Tiba-tiba, Puri melepaskan rangkulannya dan berlari menuju kamar mandi. Entah, ada apa dengan Puri. Tsun menghela napas panjang, berjalan perlahan menuju kamar mandi. Benaknya berkecamuk.

Ada apa?

Apa aku salah?

Oh, apa Dik Puri malu?

Oh, apa Dik Puri belum siap?

Oh, iya, mungkin Dik Puri belum siap ....

Kami baru saja menikah tadi pagi

Bertemu juga baru dua kali, waktu ta'aruf dan sekaligus mengkhitbah dan sejak tadi pagi

Ya, mungkin memang Dik Puri belum siap

Tok! Tok! Tok!

"Dik? Ada apa?" Tsun mendatangi Puri yang sudah mengunci diri di kamar mandi. Tak ada suara. Hanya suara gemericik air dari keran. Tsun menjadi sedikit takut. Khawatir. "Diiik," dipanggilnya lagi Puri. Tetap tak ada sahutan.

Yaa Rabb, ampuni hamba. Tidak seharusnya aku tadi melakukan itu. Harusnya, aku memberikan waktu yang seluas-luasnya bagi Puri untuk menyesuaikan diri. Seharusnya, aku mengajaknya berkenalan dulu, tanpa harus bersentuhan secara fisik dulu. Mudahkan jalan kami, Rabb. Aamiin.

Pinta Tsun dalam hati. Dengan sabar, ditungguinya Puri di depan kamar mandi. Saat menyadari ia hanya berbalut selembar handuk, Tsun nyengir malu. Oh, pantas saja Dik Puri melarikan diri. Aku begini! Aaah, senja yang indah di Kemetiran. Indahnya ditinggal ngumpet!

***

Sayup-sayup, Puri mendengar suara adzan. Hatinya terkesiap. Dikemasinya air mataa dan segera mengambil air wudhu. Bismillaah. Bisik hatinya. Sejuuuk, Rabb. Bisik hatinya lagi. Ini, acara bisik-bisikan hati Puri setelah sedari tadi menangis di sini. Kamar mandi.

Greeek! Suara pintu dibuka. Tsun yang sudah rapi dengan setelan sarung dan baju koko berdiri di sana, sedari tadi menunggu Puri keluar tersenyum penuh permohonan maaf.

"Dik, Mas minta maaf ya?" Itu yang diucapkannya sembari tetap berdiri di tempatnya. "Kamu nangis, Dik? Yaa Allaah, Mas benar-benar minta maaf, Dik." Tambahnya dengan wajah bersemu merah. Antara geli dan merasa bersalah. Selebihnya, terpesona, karena Puri memang gadis yang jelita.

"Ti, ti, dak, Mas." Puri tergagap. Wajahnya menunduk santun. Tampak kelopak matanya memerah. Sembab. Duh, hati Tsun tidak karuan dibuatnya. Ingin sekali memeluknya, tapi takut salah moment lagi.

"Oh, iyaaah? Ya udah, Dik. Mas beneran minta maaf ya?" Pintanya dengan nada serius. Puri mengangguk dengan tetap mematung di sana. "Makasih, Dik. Mas bahagia kamu maafin Mas. Janji deh, nggak gitu lagi. Eh, iyaaah. Kita shalat, Dik?" Tsun mendahului berjalan menuju mushalla yang terletak di antara kamar mereka dan ruang baca Puri.

"Mas?" Puri memanggil Tsun dengan suara tersekat. Merasa dipanggil, Tsun berhenti dan membalikkan badan. Memandangi Puri yang sudah berjalan mendekatinya.

"Puri minta maaf, Mas. Ummm, Puri, ennngg eh, Mas. Puri ...," gagap menjadi hal yang sulit untuk dihindari bagi Puri.

"Sssttt! Dik, sudah. Kita saling memaafkan ya? Kita shalat Maghrib dulu yuk? Keburu Isya' nanti," Tsun tergelak sedikit sambil melangkah menuju Mushalla. Perlahan, Puri mengikutinya.

Layar pun telah terkembang. Bismillaah, semoga Allaah menjadikan Tsun dan Puri keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Aamiin.

---#---

Postingan terkait:

3 Tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

  1. Aamiin,subhanallah indah sekali,pengen punya keluarga yang seperti itu,semoga kelak aku diberi kehidupan yang seperti itu,aamiin

    BalasHapus
  2. @Raysaka,
    Aamiin

    Semoga Allaah ijabah doa Kakak:)

    BalasHapus
  3. Aamiin,terimakasih sakura sizouka

    BalasHapus