Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

---Kembalinya Bidadari Surga---

Bandara Internasional Soekarno Hatta Jakarta. Hari masih pagi. Diliriknya arloji peach keluaran Alexander Cristie dengan senyum bahagia penuh syukur melengkung tipis di bibir merah alaminya. "Jam lima. Alhamdulillaah, Rabb, Engkau telah menyampaikanku dengan selamat di sini," bisik Puri lirih. Sesaat berlalu, Puri lalu fokus pada bagasinya. Dengan jeli dipandanginya rolling lifti yang berputar-putar di depannya. Kopernya, merah tulip dengan gantungan kunci boneka Lala kecil dan pita merah tulip yang diikatkan di pegangannya. Sengaja di-setting begitu, agar mudah menengarainya. Bismillaah.

Polo blue donker besar. Polo hitam. Polo merah bendera. Alto hijau lumut. Alto cokelat gelap. Alto pink. Yaaah, mana nih Si Red Tulip? Tanya hati Puri gelisah. Masalahnya, pada saat yang bersamaan, kepalanya menjadi berdenyut-denyut sakit dan perutnya mual sekali. Jetlag? Kelamaan berdiri? Cemas? Oh, no! Ini pica. Hormon effect. Hatinya sibuk berbincang dan keringat dingin mulai memantul di keningnya. Puri menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Diusapnya perutnya yang mulai membesar itu lembut. Seolah usapannya itu berarti, "Ishbir ya, Sayang? Kita sudah mau sampai di rumah Abi. Abi pasti sudah menunggu kita di luar sana."

Semenit berlalu dan kopernya belum juga lewat. Puri menjadi semakin gelisah. Masalah berikutnya, dia benar-benar ingin muntah. Ah, kantong muntahnya ketinggalan di pesawat. Rabbii, toilet? I need toilet. Tapi, koperku? Bagaimana? Rabbii, help me, please. Pinta hatinya. Kini, matanya terpejam. Refleks. Jadi bagaimana dengan kopernya? Puri tidak tahu. Yang di tahu, dia hanyaa harus menenangkan diri. Mengatasi mual dan pusing yang menyerangnya bersamaan.

Breath

Be calm

And make sure that everything is going to be allright

Allaah

Allaah

Allaah

And now open your eyes, smile and look around!

You can, Allaah helps you, Puri!

Dan ... Hueeeek! Hueeek, hueeek! Relaksasi yang gagal. Puri memuntahkan semuanya di sana. Di lantai dan entah berapa puluh pasng mata, kini menatapnya dengan nada kasihan. Beberapa orang ibu mendekatinya. Ada yang mengajaknya menepi dan duduk di kursi, ada yang memberikan fresh care aroma therapy, ada yang memberikan cokelat panas, ada yang memijat jemarinya. Allaahu Akbar. Pertolongan Allaah memanglah dekat. Sangat dekat.

"Adik sakit?" Tanya seorang ibu yang tadi mengajaknya duduk. "Sendirian? Ya Allaah, kasihan. Ada nomer telepon keluarga? Orang tua?" Si Ibu terlihat benar-benar simpati. Puri terharu. "Kopernya warna apa? Mas, tolong dong diambilkan. Kasihan nih adiknya." Pinta Si Ibu kepada salah seorang lelaki yang ikut membantunya tadi.

Lelaki yang dimaksud Si Ibu itu mengiyakan. "Kopernya warna apa, Dik? Ciri khusus?"

Puri memberanikan diri membuka mata. Alhamdulillaah, rasa mualnya sudah berkurang. "Merah tulip, Kak. Ada boneka Lala kecil di gantungan kuncinya sama pita merah tulip. Thanks, Kak."

Lelaki itu berlalu, menuju rolling lifti dengan langkah lebar-lebar.

"Kalau ada nomer yang bisa dihubungi, saya bisa hubungi." Ucap ibu yang tadi memberinya cokelat panas sambil mengeluarkan HP-nya.

"Ada, Bu. Sebentar," Puri merogoh HP di tas tangannya. Dicarinya nomor Tsun. Di HP itu, Tsun diberinya nama Mas Tsun My Sun Forever. Senyum rindu bermekaran di wajahnya. Maaas, Puri misses Mas so much! Teriak hatinya. Menembus cakrawala cinta.

Puri mengangsurkan HP-nya kepada ibu itu dengan penuh rasa terima kasih, "Ini, Bu. Terima kasih. Maaf merepotkan Ibu,"

"Oh, ndak apa-apa, Dik. Tenang aja. Kita kan wajib saling membantu," ibu itu lalu sibuk menekan-nekan nomer di HP-nya.

"Tinggal di mana, Dik?" Tanya ibu yang tadi memijat jemarinya. "Nah, itu bukan Dik, kopernya?"

Lelaki yang tadi itu mendekat dengan menarik koper Puri. "Semoga benar yang ini," ucapnya.

"Iya, Kak. Benar yang ini. Thanks, Kak." Puri kikuk. Tidak terbiasa berbicara dengan lawan jenis dalm jarak dekat.

"Oh, alhamdulillaah. Sama-sama, Dik." Lelaki itu meletakkan koper puri di samping kursi. Ibu-ibu dan semua yang di situ hampir berbarengan mengucapkan, "Terima kasih ...,"

Puri menjadi lega. Terutama, saat mendengar ibu yang sedang menelepon Tsun, "Oh ya Mas ... Kami antar isterinya ke ruang tunggu ya? ... Kasihan lemas sekali ini. ... Masnya dimana? ... Oh ya. Baik. Terima kasih ... Sebentar,"

Allaah Maha Baik. Allaah Maha Cinta.

***

Dengan santun dan sopan, penuh rasa syukur, Tsun mengucapkan terima kasih kepada semua ibu yang menolong Puri. Hingga sekarang, Puri, Bidadari Surga-nya telah sampai di hadapannya dengan selamat. Alhamdulillaah. Itulah pertolongan Allaah. Allaah Maha Baik.

"Assalamu'alaykum, Dik," hanya itu sanggup diucapkn Tsun, saat semua ibu itu berlalu. Kini tinggal mereka berdua, saling memandang, melepas rindu. Berpelukan. Berdekapan. Penuh cinta, syukur dan bahagia. Tiada tara. Akhirnya, Allaah menyatukan mereka kembali. Semoga tiada pernah terjedakan oleh jarak lagi. Aamiin.

"'Alaykumussalam, Mas. Puri kaaangeeen," Puri menelungkupkan wajahnya ke dada Tun. Hangat. Nyaman. Rindu yang sedari dulu menggulung-gulung hatinya, kini telah berdamai. Landai, di hatinya. Air matanya mengalir perlahan. Air mata cinta, syukur dan bahagia.

Tsun mengecup kening Puri, lembut. "Maafkan Mas, Dik. Mas hanya bisa menjemputmu di sini." Tsun mengecup kening Puri lagi, setelah menatap mata sipit hitam beningnya dalam-dalam. "Mas ndak cuma kangen, Dik. Kaaangeeen bangeeet," selorohnya, membuat Puri tersipu. Malu.

Puri mencium punggung tangaannya. Kelupaan tadi, sangking bahagianya. "Maaf, Mas."

Kebahagiaan, adalah milik Allaah. Dan kini, Allaah telah menitipkan kebahagiaan kepada mereka. Lagi. Banyak sekali kebahagiaan yang telah Allaah titipkan ....

"Iya, Dik. Kita saling memaafkan ya, Dik? Oh ya, gimana buah hati, Dik? Sehat?

Tsun menggandeng tangan Puri, mereka kini melangkah bersama menuju exit door. Good bye, bandara! Sampai jumpa!

Puri mengangguk-angguk, riang. "Alhamdulillaah, sehat, Mas. Kemarin sebelum terbang di-USG. Allaahu Akbar ...," Puri terlihat lebih tenang sekarang. Matanya sedikit sembab, taapi wajahnya tidak terlalu pucat lagi.

"Alhamdulillaah. Hasil USG-nya gimana, Dik? Mas jadi penasaran." Tsun meremas pipi Puri, gemas.

"Ya, Mas. Ada kok print out-nya. Nanti Mas bisa melihatnya di rumah. Lucuuu, Mas. Tidak terasa ya, Mas? Sudah tiga bulan ...," Puri mengeratkan pegagannya di lengan Tsun. Manja.

"Alhamdulillaah. Iya, Dik. Semoga Allaah selalu menjaga," Tsun menghentikan langkah. Puri mengikutinya. "Dik ...," ucpnya serius.

"Ya, Mas? Ada apa, Mas?" Puri menggelayut di bahunya. Mesra.

"Mas ada kejutan buat kamu."

"Iya kah?"

"Iya,"

"Ummm,"

"Ummm?"

"Maaauuu, Maaas. Maaauuu," Puri merajuk. Manja. Lupa kalau sekarang sudah menjadi seorang isteri dan sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Tsun tersenyum lebar dibuatnya. Gemas.

"Naaah, sebentar dong." Tsun pura-pura celingukan. Padahal, dia sudah menyiapkan semuanya. "Lihat di sana, Dik!" Serunya penuh semangat. Puri mengikuti arah telunjuk Tsun, dan sekian detik setelahnya, bunga-bunga indah bermekaran di hatinya.

"Baaapaaak? Alhamdulillaah, Bapak sehat, Mas? Bapak kapan ke sini? Sama siapa? Alhamdulillaah," Puri nyaris berlari ke arah Bapak yang tengah berdiri menunggunya di sana. Di depan pintu keluar. Bapak tersenyum bahagia. Bagi Puri, ini kejutan yang istimewa.

"Dik, masa mau lari?" Tsun menarik lengan Puri, secepatnya, selembut mungkin. Dan penuh cinta. "Kan, ada Buah Hati di rahimmu," Tsun mencubit pucuk hidung Puri. Gemas.

"Hekekeke. Puri lupa, Mas. Habis, Puri sudah rinduuu beeeraaat sama Bapak." Haha. Tawa berderai. Tawa bahagia.

Puri dan Bapak berrangkulan. Rangkulan kasih sayang. Alhamdulillaah.

---#---

Postingan terkait:

3 Tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

  1. Sakura sizouka,keeeeerrrrrrreeeeennnnnn ketika aku membaca serial:jannah family aku selalu terbawa suasana yg sakura sizouka tulis,kadang sampai ikut nangis,seolah-olah itu ada dikehidupan asli aku,pokok nya keren lah,hehehehe
    Teruslah berkarya sakura sizouka

    O iya kakak minta maaf beberapa hari kemarin aku tidak berkunjung ke sini,karena kemarin lg korslet otaknya,hehehehe

    BalasHapus
  2. @Raysaka,
    Kak, Sakura berusaha untuk mengalir dalam meronce kata. Semoga Allaah menitiskan hikmah-Nya dalam setiap roncen kata yang Sakura buat. Aamiin.

    Terima kasih, apresiasinya.:)
    Tidak apa-apa, Kak. Semoga korsletnya disembuhkan Allaah. Aamiin.

    BalasHapus
  3. Aamiin...Aamiin...Aamiin ya rabbal allamin
    Iya sama-sama sakura sizouka

    BalasHapus