Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Lantunan Doa Cinta Puri---

Tsun termangu di atas jok Si Butut tersayang. Biasanya, kalau dia pulang kerja seperti ini, Puri sudah menunggunya di teras. Menyuguhkan selengkungan senyum manis, rona wajah ayu nan indah dan secangkir teh manis panas. Dengan riang, Puri akan membawakan tas kerjanya dan meletakkannya di meja bambu. Lalu, dengan wajah merona-rona, Puri akan mencium punggung tangannya penuh kemesraan. Suguhan terakhir, setelah Tsun mengecup lembut keningnya, Puri akan merangkulnya sepenuh kasih.

Ah! Sayang sekali, Puri sedang tidak ada di sini. Jadi, tidak ada yang akan melakukan semuanya itu. Tidak ada senyum manis, wajah ayu dan indah, tawa riang, ciuman hangat dan rangkulan manja yang sangat dirindukannya. Semuanya. Semua yang ada pada Puri. Tsun menghela napas panjang, menyadari dirinya sedang sendiri. Rasanya kesunyian menggulung-gulung seisi hatinya. Rasanya tak sanggup lagi berjauhan dari Puri seperti ini. Dan, meskipun baru tiga minggu berjauhan darinya, Tsun merasa sudah berabad-abad lamanya terpisah dari Puri. Ya, Puri, Bidadari Surga-nya kini tengah berada di Belanda. Ia, mengurus transkrip nilai dan surat pindahnya ke Jakarta sini. Puri sudah mengambil keputusan untuk melanjutkan study-nya di Jakarta. Tentu saja, setelah meminta pertimbangan dan persetujuan Mama. Dan Tsun juga. Akhirnya, mereka menyetujui dan mendukung Puri sepenuhnya, untuk melanjutkan study di Jakarta. In syaa Allaah, Puri akan pindah ke Universitas Indonesia. Semoga Allaah memudahkan.

"Dik, Mas rindu. Apa kabarmu, Dik? Apa kabar juga Buah Hati? Jaga diri kamu baik-baik, Dik. Jaga Buah Hati. Mas hanya bisa mendoakanmu, Dik. Semoga Allaah selalu menjaga. Aamiin," bisik Tsun lirih, sembari memasukkan Si Butut ke teras. Menutupinya dengan mantol, memastikan sudah menguncinya dengan baik dan dengan lesu, Tsun masuk ke rumah.

Hampa!

Namun, diteguhkannya hatinya. Inilah salah satu resikonya menikahi Puri yang seorang indoland. Ya, tidak seharusnya dia merasa hampa. Sebab, tentu saja jarak yang terrentang ini tidak akan kuasa mengusik cintanya pada Puri. Tidak akan kuasa menyentuhkan kehampaan. Sebab, cinta mereka suci. Hakiki. Cinta yang terlahir dari palung hati. Cinta yang kuasa menerima yang dicintainya dengan apa adanya. Seutuhnya. Justru, jarak yang terrentang ini, akan dijadikannya jembatan yang kokoh untuk menghubungkan cintanya dan cinta Puri. Bismillaah.

"Dik, nggak apa-apa kok. Mas nggak sedih lagi. Mas ikhlas kamu di sana. Semoga, Allaah memudahkan segala urusanmu, Dik. Semoga Allaah ridha dan kamu cepat dikirim-Nya ke sini, Dik. Bersama Mas lagi. Mas janji, sekuat mungkin, Mas akan menjagamu. Sebisa mungkin, Mas akan membahagianmu, Dik dan Buah Hati. Jaga makan kamu, Dik? Semoga sudah nggak mual dan muntah lagi ya, Dik? Mas minta maaf ya, Dik? Nggak bis menjagamu di saat-saat seperti ini ...," Tsun berbisik-bisik lirih di depan foto pengantin mereka. Dengan penuh kerinduan nan syahdu, dipeluknya fas foto itu erat. Lama. Air mata pun bergulir merdu, membasahi pipinya. Seteguh-teguhnya hati, ternyata, luruh juga saat menahan rindu seperti ini.

Tiba-tiba, Tsun teringat sesuatu. Diary Puri. Dibawa nggak ya? Biasanya Puri menyimpanya di laci meja. Tsun bangkit dari duduknya, meletakkan fas foto itu di meja dan membuka lacinya. Senyum lebar mengembang di wajahnya. Diary Puri.

Bukan hanya hati Tsun yang bergetar, membaca lembaran-lembaran diary Puri. Bahkan, seluruh jiwa dan raganya pun tergetar. Betapa tidak? Di diary itu, Puri menuliskan lebih dari seratus lantunan doa untuk mereka, setiap hari. Sejak hari pertama mereka menikah.

Subhanallaah walhamdulillaah walaa ilaaaha illallaahu Allaahu Akbar.

###

Yogyakarta, 9 September 2016

Bismillaah

Alhamdulillaah ... Rabb, terima kasih atas hadiah terindah ini. Engkau telah memberiku cinta yang halal dan semoga Engkau selalu menjaga cinta ini. Semoga cinta yang Engkau halalkan ini selalu Engkau ridhai.

Bimbing kami, Rabb. Tuntun jemari kami. Gamit langkah kami. Hingga sampai di hadapan-Mu dengan selamat. Rangkul kami, Rabb. Jangan pernah lepaskan. Sebab, tanpa-Mu, kami takkan berarti apa-apa.

Rabb, jadikanlah kami keluarga sakinah mawaddah warrahmah dan baarakah, Rabb. Jadikanlah aku wanita shalihahnya Mas di sepanjang hayat dan jadikanlah Mas imam yang shalih bagi kami di sepanjang hayatnya.

Aamiin

Alhamdulillaah

###

Yogyakarta, 10 September 2016

Bismillaah

Janji, Rabb ... Aku tidak akan manja lagi. Aku akan menjadi wanita shalihah yang dewasa. Mulai sekarang, aku akan belajar untuk menjadi Bidadari Surga bagi Mas. Ridhai aku, Rabb.

Aamiin

Alhamdulillaah

###

11 September 2016

Bismillaah

Rabb ... Ternyata, Mas lebih suka the manis panas dari pada kopi. Oke, aku akan mengingat-ingatnya. Dan, aku akan selalu menyuguhkan secangkir the manis panas setiap Mas pulang kerja. Lovely Sweety Tea. Hekekeke.

Alhamdulillaah

###

12 September 2016

Bismillaah

Rabb ... Sungguh, aku takut sekali waktu menggoreng tempe tadi. Duh, hampir saja gosong! Habis, aku takut mengambilnya dari penggorengan. Alhamdulillaah, Mas membantuku. Meskipun, sejujurnya aku maaaluuu.

Alhamdulillaah

.

.

.

Tsun tersenyum-senyum sendiri membaca diary Puri. Terobati sudah rasa rindu yang mematri hatinya itu. Bertambah besarlah cintanya pada Puri. Diciuminya diary Puri mesra, seolah-olah diary itu Puri.

Ah, rindu memang selalu aneh!

"Dik, terima kasih ya, sudah hadir dalam hidup Mas ...." Tsun berbisik lirih dan dibacanya lagi diary Puri dengan syahdu. Haru.

---#---

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"