Rona Jingga Pada Wajah Senja

senja-halal.jpg

Bismillaah

Rona Jingga Pada Wajah Senja

A story by Sakura Sizuoka

Alhamdulillaah, segala puji bagi Rabb, Seru semesta alam. Akhirnya, sampai jualah aku pada titik ini. Titik Cinta, dimana Allaah menjadikannya pijakan bagiku dan baginya untuk berpelukan dalam cinta. Cinta halal yang diridhai-Nya. Semoga, Rabb senantiasa membersamai langkah kami. Aamiin.

Hati Naura mewangi harum, dipenuhi mekaran bunga berwarna-warni. Wajah ayunya berbinar berseri-seri. Dibiarkannya kristal-kristal bening berjatuhan dari pelupuk mata sipit cemerlangnya. Sebab, semua itu air mata syukur dan bahagia.

Ya, syukur yang terlantun merdu di lubuk hatinya yang ditumbuhi benih cinta suci dan bahagia yang merona pada raga indahnya. Bagaimana tidak? Di ruang keluarga sana, Mas Hazmi baru saja melakukan ijab qabul. Aqad nikah yang disaksikan oleh Allaah, para saksi dan semua yang hadir di sana. Alhamdulillaah, terima kasih, Rabb. Engkau telah menghalalkan cinta ini. Bimbing kami selalu, Rabb. Bisik hatinya, di sela-sela isak tangis harunya yang kian menyeruak.

Terngiang kembali di dalam pendengaran jiwanya, suara tegas dan gagahnya Mas Hazmi waktu ijab qabul tadi, "Saya terima nikah dan kawinnya Naura Kamelia binti Muhammad Burhanudin dengan mas kawin tersebut di atas tunai," lalu sesaat setelah itu, riuhlah suara aamiin dari semua yang hadir, serentak setelah penghulu membacakan doa. Tak bisa ditampiknya lagi, bongkahan besar kebahagiaan yang bertahta di hatinya. Senyum manis melengkung indah menghiasi wajahnya.

"Dik? Assalamu'alaykum," suara seorang ikhwan di depan pintu kamarnya. Itu, membuat Naura tersadar dari dalamnya kembara perasaan bahagianya. Melanglang buana. "Dik?" Ikhwan itu mengulanginya lagi dan Naura pun terkesiap. Itu Mas Hazmi? Tanya hatinya sembari menengadahkan wajahnya. Melihat Mas Hazmi tengah berdiri dengan senyum lebar menghiasai wajah tampannya, sorot mata teduh yang melukiskan keshalihannya, Naura terlonjak. Semacam ingin segera berlari ke dalam dekapannya tetapi pada kenyataannya tak sanggup sama sekali untuk melakukannya. Jangankan berlari, melangkahkan kaki pun rasanya tidak sanggup. Jiwa dan raganya bergetar. Gemetar. Menahan segala rasa suka cita.

"A, a'alaykumussalam, em em Mas," Naura terbata. "Eh, Mas. Alhamdulillaah," imbuhnya lagi. Kali ini terbatanya sudah hilang.

"Iya, Dik. Alhamdulillaah," Mas Hazmi mendekat. Mendekat dan semakin dekat. Dan itu membuat Naura serasa melesat! Menembus angkasa ....

***

"Mas, ini the manisnya," Naura meletakkan secangkir the manis spesialnya untuk Mas Hazmi di meja makan. "Mas tidak shaum kan?" Sejenak Naura ragu. Takutnya Mas Hazmi sedang shaum, seingatnya, Mas Hazmi selama ini men-dawam-kan shaum Daud.

"Ndak, Dik. Ndak shaum. Makasih ya, Dik?" Hazmi mengalihkan sejenak pandangannya dari layar laptop. Pandangannya dalam dan lembut menembus bola mata Naura. "Shalihahnya Mas, cantiiik sekali. Ma syaa Allaah,"

"Aaah, Mas ini. Gombal!" Naura merajuk manja. Wajahnya tertunduk malu. Kini, disadarinya wajahnya menghangat.

"Serius, Dik. Kamu cantiiik sekali. Maha Suci Allaah yang telah menciptakan hamba secantik kamu, Dik." Hazmi menggenggam jemari Naura lembut. "Kamu tahu, Dik? Mas sangat mencintaimu. Karena Allaah,"

Naura semakin tersipu malu. Sangking malunya, dipejamkannya mata sipit cemerlangnya itu, sembari terus menunduk. Tak sepatah kata pun sanggup diucapkannya. Jauh di dasar hatinya, benih cintanya semakin bertumbuh. Tumbuh, subur.

Melihat itu, Hazmi bangkit dari tempat duduknya. Dikecupnya kening Naura sepenuh cinta. Naura nyaris terpekik kaget. Namun, dikendalikannya dirinya. Perlahan, dibukanya matanya dan kini mereka saling menatap. Dalam. Lama.

"Dik?"

"Mas?"

"I love you Fillaah,"

"I love you too Fillaah, Mas."

"Jadi, besok kita ke Amstel? Mas ingin melihat sunset. Seperti yang kamu janjikan dulu, Dik." Hazmi berbisik lirih. Kini, wajah mereka nyaris beradu. Tak urung, dekapan mesra pun menjadi pemandangan paling indah di kolong langit. Hazmi mendekap Naura erat. Hangat. Seolah tak ingin terjeda oleh udara. "Ya Dik?"

"Iya, Mas. Kita bersepeda ke sana. Mas mau kan memboncengkan Naura?"

"Emoh yaaa. Sendiri-sendiri yaaa?" Hazmi membercandai Naura, membuat Naura merajuk manja. "Aaah, Maaas. Tidak maaauuu. Tidak asyik! Naura maunya diboncengkan Mas."

***

Amstel merona jingga. Seperti meronanya wajah Pengantin Sejati, Naura dan Mas Hazmi. Keduanya berdiri di tepian jembatan. Memandangi Lembayung Senja sepenuh cinta. Saling berangkulan dalam kebahagiaan. Allaahu Akbar.

"Dik,"

"Iya, Mas?"

"Kamu ingat ndak, kenapa Mas dulu cuek sama kamu?"

"Iiih, ingat lah, Mas. Mas cuek bebek mandi di kali."

"Iyaaah. Tapi, kamu tahu ndak kenapa Mas gitu?"

"Kenapa, Mas?"

"Karena Mas ndak mau menodai hati kita, Dik. Mas maunya melukis bunga-bunga indah di hati kita. Mas maunya menggengamkan untukmu cinta yang halal ...,"

Naura mengencangkan rangkulannya. Hatinya benar-benar bahagia. Kini ia mengerti mengapa dulu Mas Hazmi bersikap cuek dan acuh tak acuh padanya. Rupanya, Mas Hazmi hanya ingin menjaganya. Menjaga kesucian hati dan cintanya.

---#---

Postingan terkait:

5 Tanggapan untuk "Rona Jingga Pada Wajah Senja"

  1. Subhanallh sungguh mulia cinta yang di anugerahkan ke pasangnya ini, dan sungguh memotivasi ceritanya.

    BalasHapus
  2. Keren. Manda suka, Kak Okino. Manda mau lho dibuatin cerpen yang diangkat dari kisahnya Manda. Ya Kak?:)

    BalasHapus
  3. @Lisa Nel,
    Allaahu Akbar :)
    Semoga Allaah menitiskan hikmah-Nya kepada kita:)

    Aamiin

    BalasHapus
  4. :) :) @Amanda,
    Apa kabar, Manda? Salam untuk Ummi, Abi dan juga Randa yaaa? :)

    In syaa Allaah, any time Kakak buatkan.:)

    BalasHapus
  5. Hilang nyali
    Gak pantas aja rasanya

    BalasHapus