Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Dan, Tsun Pun Sakit---

Puri terbangun. Geragapan. Hatinya berdesar-desar. Jantungnya berdebur-debur. Keringat dingin membasahi tubuhnya. "Alhamdulillaah, that's only a dream," bisiknya lirih. "A'uudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim," tuturnya masih terdekap takut lalu meludah ke kiri. Ada semacam lega mengusap dirinya setelah itu.

"Ya Allaah, please save us. Mas and our baby," bisiknya lagi sembari menyandarkan diri di kepala tempat tidur. "Hanya kepada-Mu kami memohon perlindungan dan pertolongan ya, Allaah."

Jam dinding menunjukkan pukul 02:30. Waktunya qiyamul lail. Loooh, Mas masih bobok? Biasanya Mas sudah bangun. Puri membatin sambil mengucek matanya yang masih lengket. Dirayapinya tubuh Tsun yang masih bergelung dalam selimut, mendekap guling. Nyenyak sekali. Ummm, Mas pasti sangat lelah. Semoga Allaah menguatkan Mas selalu. Aamiin. Doanya terlantun merdu dalam toa hatinya.

Puri turun dari tempat tidur. Hati-hati sekali, agar tidak membuat Tsun terbangun. "Mas bobok dulu ya? Nanti Puri bangunkan," bisiknya lirih. Lembut. Benar-benar tak ingin membuat Tsun terbangun. Dipandanginya wajah Tsun lekat-lekat. Ingin sekali Puri mengecupkan cinta di pipi Tsun, namun diurungkannya. Nanti Mas terbangun. Kasihan Mas. Batinnya penuh kasih.

***

Puri terhanyut dalam keheningan malam. Dilantunkannya doa-doa cita dan cintanya bersama Tsun dengan sepenuh jiwa. Mengusap perutnya yang semakin membesar dengan sepenuh kasih sayang, "Baby, kecintaan Ummi, banyak-banyak berdoa ya? Tawakkal 'Alallaah ya, Sayang?" Bisiknya, sembari menunduk. Sungguh, ia ingin sekali segera dipertemukan dengannya. Buah Hati-nya bersama Tsun. Baby kecintaannya. Ingin sekali menatap wajahnya, menggenggam jemarinya, menimangnya, mendekapnya, menemai hari-harinya. Sepanjang waktu membersamainya dengan cinta yang dipunyainya. "Yuk, kita bangunkan Abi, yuk?" Ajaknya, seolah Si Baby sudah terlahir dan kini tengah duduk manja di pangkuannya.

Puri berjalan perlahan menuju kamar. Masih ada tiga puluh menit lagi untuk qiyamul lail. Puri membatin.

"Mas, bangun, Mas." Puri berbisik merdu di telinga kiri Tsun. "Sudah pagi, Mas. Belum qiyamul lail loh, Mas. Sebentar lagi Shubuh." Imbuhnya sembari mencium pipi Tsun, mesra dan betapa terkejutnya Puri waktu menyadari sesuatu. Tsun demam.

"Innalillaah, Mas. Mas sakit? Oooh, syafakallaah, Mas Sayang." Ujarnya panik. "Panas sekali."

Perlahan, Tsun membuka matanya yang perih. Kepalanya pening berdenyut-denyut sakit. "Aamiin." Ucapnya sambil memejamkan matanya lagi. "Mas capek, Dik." Imbuhnya seolah ingin menenangkan hati Puri.

"Iya, Mas. Syafakallaah, Mas. Sini, Puri kompres." Puri meletakkan kain kompres di dahi Tsun. Sepenuh cinta. Wajahnya terlihat tersaput panik yang nyata.

"Aamiin. Iya, Dik." Tsun meringis, menahan sakit di sekujur tubuh. Rasanya nikmat sekali. Batinnya. "Thanks, Shalihah-nya Mas. I love you." Tuturnya sebisa mungkin. Sungguh, Tsun tidak ingin membuat Puri menjadi sedih dan panik seperti ini.

"Allright, Mas. I love you too." Puri mencelupkan kain kompres ke dalam washcom yang berisi air dingin. Memerasnya dan meletakkannya kembali di dahi Tsun. "Mas istirahat dulu ya? Puri buatkan the manis." Tanpa menunggu jawaban dari Tsun, Puri berlalu. Menuju dapur.

Dalam hati, Tsun teramat bahagia. Alhamdulillaah, akhirnya Dik Puri bisa juga bersikap dewasa. Terima kasih, Allaah.

"Ini, Mas. Diminum dulu." Puri mengangsurkan Lovely Sweety Tea buatannya lengkap dengan sedotan. "Pelan-pelan, Mas. Bismillaah." Bisiknya, lalu mulutnya terlihat bergetar-getar. Dalam getaran itu, terlatun doa-doa untuk Tsun, Surga-nya.

"Makasih, Dik." Tsun kembali merebahkan tubuhnya yang terasa remuk redam. Wajahnya meringis kesakitan.

"Mas? Puri telepon dokter sebentar ya?" Sigap, Puri mengambil HP yang terletak di meja belajar. "Kemarin nomernya dokter Andra di-save kan, Mas?"

"He'em, Dik." Tsun mual. Kepalanya semakin sakit dan muntah pun tak bisa ditahannya lagi.

Melihat itu, Puri semakin panik.

"Mas? Ya Allaah," Puri mengempit HP di antara telinga dan lengan kirinya, sementara tangan kanannya memijat leher Tsun. "Keluarin semua, Mas. Yaa Rabb," suaranya semakin gemetar. Beriringan dengan hatinya yang berdesar-desar tidak karuan.

***

"Jadi, bagaimana, Dokter? What happen to my husband?" Puri masih sangat panik. Diselimutinya Tsun dengan selimut tipis, agar tidak kedinginan namun juga tidak membuat suhu tubuhnya semakin meningkat. "Apa harus dirawat di hospital, Dokter?"

"Untuk sementara dirawat di rumah dulu nggak apa-apa, Bu. Ini saya kasih resep, silakan nanti ditebus di apotek. Perbanyak istirahat. Makan, minum dan tidur yang teratur. Kalau dalam tiga hari masih seperti ini, segera dibawa ke rumah sakit ya, Bu?" Dokter Andri memberikan penjelasan, "Saya permisi dulu dan saya doakan semoga Pak Tsun lekas sembuh."

Puri mengantarkan Dokter Andra sampai di depan pintu. Perasaannya remuk. Yaa rabb, indahnya ujian-Mu ini. Tolong, berikan yang terbaik untuk Mas, Rabb. I love him so much, and I understand that your love is great. Bisik hatinya, sendu. Air matanya menetes-netes mesra.

***

"Dihabisin dong, Mas. Hak, ini loh tinggal tiga sendok lagi." Puri melap sudut bibir Tsun yang terkena bubur. "Ayo Mas, hak lagi. Mas kan kereeen, iya kan?" Puri terus berceloteh memotivasi Tsun agar makannya habis.

"Udah, Dik. Enek. Mual, Dik." Tsun merajuk. Ditampiknya tangan puri yang hendak menyuapkan sesendok bubur lagi. "Diiik, udaaah." Tsun melengos. Wajanya merah, berkeringat.

Puri tidak menyerah, "Aaah, bilangin Baby kesayangan, ah." Ancamnya sambil mengusap perutnya. "Baby, ini loooh, Abi tidak mau makan. Abi nakaaal."

Hahahaha. Tsun tidak kuat menahan geli. Dicuilnya pucuk hidung Puri. Gemas. Lalu dengan penuh semangat melahab sisa bubur yang disuapkan Puri.

Puri tersenyum senang. "Naaah, gituuu dooong. Abi hebaaat. Keeereeen. Iya kan, Baby?" Ujarnya riang. "Sekarang, mimik obat ya, Mas?"

"Yaaah, ogah Mas, Dik. Paaahiiit." Tsun membungkam mulutnya dengan telapak tangan kanannya. "Ogaaah, Dik. Bonus."

"Yeee, bonus. Sudah, siiiniiii, Mas. Mimik dulu obatnya. Masa tidak malu sama Baby? Hayooo?" Puri memaksa. Matanya dibuat menjadi galak.

Hahahaha. Tsun semakin geli. Sakit kok rasanya happy. Alhamdulillaah. Bidadari Surga cintanya memang luar biasa. Menyulap sifat kekanakan yang melekat pada dirinya menjadi dewasa ....

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar