Serial: Jannah Family

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Cemburu Itu Tanda Cinta?---

Puri mengunci pintu setelah memastikan semua O.K. Hari ini jadwalnya kuliah pagi. Tsun sudah berangkat sejak jam enam tadi. Begitulah, keseharian mereka. Setelah separuh malam bersama, harus ikhlas untuk sendiri-sendiri seharian sampai seperempat malam nanti.

Tersenyum manis, Puri mengusap perutnya. Mesra. "Baby kesayangan, kita sekolah dulu ya? Bismillaah." Bisiknya lembut. Bahagia terpancar dari sorot matanya nan teduh. Sipit dan bening, khas mata indoland yang menyerupai dasar samudera. "Baby kesayangan, kita naik bus ya? Abi tidak bisa mengantar. Soalnya, Abi ada jadwal pagi. Oke?"

Puri melangkah mantap menuju halte bus. Bismillaah. Jakarta sudah sangat crowded. Seakan jutaan orang tertumpah di kota besar itu. Berjejalan. Seperti ikan hasil tangkapan nelayan yang baru saja dikeluarkan dari jala. Berlompatan!

Puri terkesiap. Tiba-tiba HP-nya mengalunkan Cinta Sejati-nya Bunga Citra Lestari. Merdu. "Oh, Mas. Ada apa ya?" Puri menekan tombol bicara, setelah menatapi layar yang bertuliskan Mas Tsun My Sun Forever.

"Benar ini Mbak Puri?" Suara di seberang sana. What? Perempuan? Siapa? Ini kan HP-nya Mas. Puri langsung terjerat jaring-jaring cemburu. Panik, khawatir, takut dan cemburu berkecamuk jadi satu.

"Mas? Afwan, ini siapa? Why do you use Mases HP?" Puri gemetar. Bibirnya gemetar. Wajahnya merah padam. Mirip teflon di atas kompor dengan nyala api besar.

"Maaf, saya menemukan HP ini. Di ...," putus. Sambungan putus setelah suara bergemerosak terdengar menyakitkan pendengaran.

"Halo, halo? Afwan. Mas? Mbak? Halooo," Puri semakin gemetar. Menggelepar dalam kecamuk dadanya.

Bus yang dinantinya pun datang tepat waktu. Puri memasukkan HP ke dalam tas sekolahnya lalu bergegas masuk ke dalam bus. Sekuat mungkin melerai kecamuk yang menggulungi perasaannya. Damaaai, damaaai, damaaaiiii! Perintahnya kepada dirinya sendiri.

Itu sulit. Namun, Puri berusaha untuk melawan semuanya. Menyingkirkan segala prasangka buruk yang berkelebatan dalam benaknya. Hingga akhirnya, pening pun berdenyut-denyut di kepalanya. Sakit.

Siapa wanita itu?

Kenapa HP Mas bisa di tangannya?

What happen?

Bukannya tadi itu Mas membawanya ke kantor?

Atau ... Aku yang tidak begitu memperhatikan?

Jangan-jangan ... Eh, astaghfirullaahaladhiim

Yaa Rabb

*

Tsun bingung. Gelagepan. Tidak biasanya Puri judes seperti itu. Matanya menjelma kilatan pedang tajam. Sikapnya dingin. Dingin sekali. Saat mencium punggung tangannya tadi, tampak sekali Puri sangat marah.

Ada apa?

Apa yang telah terjadi?

Ya Allaah, ada-ada saja hari ini

Tapi, aku ikhlas

Semoga menjadi jalan menggapai ridha-Mu

Bisik hati Tsun, sembari menutup pintu. Dengan senyum kecut melengkung di bibirnya, Tsun mengikuti puri masuk. Dilihatnya, Puri sedang membuatkannya the manis. Oh, Dik Puri lelah sekali ya? Biasanya, kalau aku datang the sudah siap di meja. Barakallaahu fiik, Shalihah-nya Mas. Bisik hatinya.

"Makasih, Dik." Ucapnya seramah mungkin dan semesra mungkin saat Puri meletakkan secangkir Lovely Sweety Tea. Kok diletakkan? Biasanya dikasih langsung? Tsun bertanya dalam hati. Hatinya bertambah tidak nyaman saat Puri langsung masuk ke kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuknya. "Dik?" Tsun ingin sekali menarik tangan Puri, namun Puri tak memperdulikannya. Langkahnya semakin lebar. Sreeek, sreeek, sreeek.

Tsun bergeming. Menghela napas panjang. Melonggarkan dasinya dan menyeruput Lovely Sweety Tea. Hangat. Manis. Namun, di hatinya tercipta hambar.

Ada apa, Dik?

Mas minta maaf, kalau Mas salah

Aaah, hari ini menyedihkan. Banyak musibah. Tsun meneguk Lovely Sweety Tea-nya lagi lalu menyusul Puri ke kamar.

***

"Kalau Mas mau menikah lagi, Puri ikhlas, Mas. Baby juga ikhlas." Ujar Puri, menahan isak tangisnya. "Semoga Mas bahagia." Imbuhnya, sambil sekuat mungkin menahan air mata yang sudah mekar di pelupuknya.

"Astaghfirullaahaladhiim. Dik? Kok gitu? Ada apa, Dik? Istighfar, Dik." Tsun memegang kedua pundak Puri lembut. Lembut sekali. Tangan kanannya lalu mendongakkan dagu Puri. Kini mata mereka bertatapan dan air mata Puri pun menjelma hujan lebat.

Tsun merangkulnya erat.

"I love you Fillaah, Dik. I love you. Mas ndak akan ninggalin kamu, Dik. Mas ndak akan ninggalin Buah Hati. Mas akan tetap di sini bersama kalian. Istighfar, Dik. Mas ndak ingin kamu sedih." Tsun tergugu. Ada apa? Bingung. Semakin bingung.

Puri melepas paksa rangkulan Puri.

"Mas bowooong. Mas tidak jujur! Mas dustai Puri!"

"Astaghfirullaahaladhiim. Bohong apa, Dik? Ndak jujur apa? Mas dusta apa?"

"Siapa wanita itu, Mas? Yang bawa HP Mas?" Puri berteriak, suaranya serak. Mengusap perutnya yang menjadi sedikit kram. Puri meringis kesakitan.

"Ya Allaah. Wanita? Siapa, Dik? Sebentar ...," Tsun mengusap perut Puri sepenuh sayang. "Ada yang harus Mas sampaikan, Dik."

"Puri ikhlas kok, Mas. Baby juga ikhlas. Iya kan, Baby?" Puri tambah meledak-ledak dan Tsun terpaksa mengambil sikap tegas. Diguncangkannya kedua pundak puri, matanya kini menjadi perih dan panas.

"Dengerin Mas, Dik! HP Mas hilang. Mungkin wanita yang kamu maksud itu yang nemuin HP Mas. Kamu paham, Dik?"

Puri limbung. Kepalanya semakin pening. Perutnya benar-benar kram dan ia hanya bisa menyandarkan tubuh lemahnya ke dinding. Lemas. Astaghfirullaahaladhiim. Bisik hatinya. Sakit. Sesal beregelayutan di benaknya.

---#---

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Serial: Jannah Family"

Posting Komentar