Serial Jannah Family: Kala Puri Merajuk

jannah-family.jpg

Bismillaah

---Kala Puri Merajuk---

Tsun bergeming. Wajahnya kini menjelma langit malam yang tersaput mega mendung. Matanya sendu, menatapi Puri yang sedari tadi---tepatnya dua jam lalu---menangis sesenggukan di sudut kamar. Tentu saja, Tsun yang baru pulang kerja kebingungan sekali. Ada apa dengan Puri? Tidak biasanya seperti ini. Ya, memang tidak dapat dipungkiri, semenjak menikah tidaklah sedikit air mata Puri tertumpah. Sifat manja dan kekanakan yang masih melekat erat pada dirinya, terkadang membuat Puri menangis, manja, merajuk atau malah bertingkah unik yang Tsun sendiri pun harus benar-benar sabar dan ikhlas dalam menyikapinya.

Tetapi, tangisnya kali ini berbeda. Biasanya, kalau sedang manja, Puri hanya menelungkupkan wajahnya di atas Bantal Bucul beberapa menit sampai merasa lega dan mau berbicara lagi sama Tsun. Seperti tiga haru yang lalu, saat Tsun sedikit terlambat pulang karena macetnya jalanan yang sudah menjadi ciri khas jalanan di Jakarta. Seusai membukakan pintu, mencium punggung tangan Tsun, Puri langsung berlari masuk kamar. Tsun sampai terkejut, lho kok Dik Puri lari-lari? Lupa kalau lagi hamil? Begitulah tanya yang ada dalam benak Tsun. Waktu disusulnya ke kamar, Puri sedang menelungkupkan wajahnya di atas Bantal Bucul dan tidak mau berbicara sampai akhirnya Tsun berhasil menakhlukkan kemanjaannya. Eh, ternyata minta diajak jalan-jalan keliling Jakarta. Haha. Bilang dong dari tadi, Dik. Jadinya kan Mas ndak bingung kayak gini. Kilah hati Tsun, gemas.

Kemarin lusa, Puri juga merajuk. Semua tugas sekolahnya dibiarkan saja terbengkelai. Katanya pusing lah. Pening lah. Males lah. Ogah lah. Baper lah. Bete lah. Jenuh lah. Pingin terbang ke angkasa lah. Haha. Tentu saja, Tsun mengerti maunya. Maunya, ditemani Tsun saat mengerjakan semua tugas sekolahnya, sementara Tsun sedang limited time di rumah. Mentok pojok, waktunya sudah habis untuk mengajar dan menyelesaikan tesisnya. Akhirnya, Tsun menguatkan diri untuk menemani Puri menyelesaikan semua itu, sambil membuatkannya pisang goreng messes. Eeeh, ternyata Sang Bidadari suka juga sama makanan yang satu itu. Keren kan? Tsun sampai terkikik geli oleh karenanya. Apalagi, Puri juga minta disuapi. Katanya biar efektif, dirinya mengerjakan tugas dan Tsun menyuapinya makan pisang goreng. "Amaziiing, Mas!" Ujarnya lembut, manja dan ceria. Kalau sudah begitu, Tsun bisa apa lagi, selain mengecupi kening Puri dengan sepenuh cinta.

Kemarin pagi, juga begitu. Waktu dibangunkan untuk muraja'ah, Puri merajuk lagi. Yaaah, mungkin inilah salah satu resiko yang harus Tsun dapatkan saat memutuskan untuk menikah sama Puri yang masih muda belia. Delapan belas tahun. Hehe. Banyak merajuknya deh. Tapi, tetep cinta kok. Cinta karena Allaah, dan takkan pernah pudar setitik pun. Hehe. "Puri matanya lengket, Mas. Hik. Puri mau bobok aja. Hik." Katanya, sambil membenarkan letak selimutnya. "Iiih, Mas nakal. Dingin, Mas. Puri mau dikonin-konin. Hik." Imbuhnya dengan super manja. Kalau sudah pakai acara hik sih susah dicairkannya, bisik hati Tsun. Namun, dengan penuh kesabaran, Tsun memberikan motivasi kepada Puri dan Allaah sukseskan. "Yippieee, bener ya, Mas? Besok sore jalan-jalan?" Tanya Puri dengan mata berbinar. Yaaah, kok tadi njanjiin jalan-jalan sih. Kan besok sore aku sekolah. Kata hati Tsun dengan wajah yang tetep dibuatnya seberseri mungkin. "Iyaaah, jalan-jalan. Sekarang kamu bangun dulu ya, Dik? Sikat gigi, wudhu, terus shalat. Muraja'ah juga oke? Tuh, Mas sudah buatkan susu. Dimimik ya? Biar Buah Hati sehat." Tuturnya sabar sembari mengusap perut Puri sepenuh cinta. Di sana lah, Buah Hatinya bersemayam. Semoga Allaah selalu menjaga. "Iyaaa, Mas. Banguuun. Gendooong. Hik." Puri bangkit dari tidurnya dan langsung merangkul Tsun, merayu minta digendong sampai ke kamar mandi. Hehe. Kalau sudah begini sih, yang ada hanya harus digendong. Bisa tidur lagi nanti. Bisik hati Tsun, gemas. Bahagia.

Nah, ini lain. Lama sekali menangisnya. Ini sih bukan merajuk. Ada apa sih? Kenapa? Ada masalah di sekolah? Kangen sama Mama? Kangen sama Bapak? Mau jalan-jalan apa pingin makan apa gitu? Hati Tsun semakin berkecamuk. Lelah, sedih, bingung bergumul jadi satu di sana. Kenapa ndak ngomong aja to, Dik? Mas kan ndak tahu kamu maunya apa? Duuuh, Dik. I love you because of Allaah deh pokoknya.

Tsun yang sudah berganti pakaian, kini sudah ganteng dan rapi dengan kaos oblong DAGADU warna biru langit bertuliskan JOGJAKARTA KOTA LAUTAN ILMU dan sarung kotak-kotak merah kesayangannya. Dengan jurus kesabaran dan keikhalasan mendekati Puri yang masih menangis sesenggukan di sudut kamar---di samping meja belajar---sambil mendekap Bantal bucul. Tsun menjajarinya, mendekapnya perlahan meski Puri memberontak. Dengan meminta pertolongan Allaah, akhirnya Tsun berhasil mendekap Puri dengan erat. Hangat. "Dik, Mas minta maaf ya?" Ujarnya penuh kesabaran. "Mas banyak salah sama kamu, Dik. Doakan Mas ya, semoga Allaah mengampuni Mas." Ujarnya lagi sembari mengusap-usap punggung Puri. "Ya, Dik? Kamu mau kan memaafkan Mas?"

Puri berusaha melepaskan diri dari dekapan Tsun. Tidak mau menyakiti Puri dan Buah hati, Tsun melepaskannya. Desah napasnya terdengar begitu berat. Merasa sangat bersalah atas kejadian ini. Ya Allaah, apa yang terjadi? Ya Allaah, tolonglah hamba-Mu yang dhaif dan fakir ini, ya Allaah. Apa yang harus aku lalukan? Untuk membuat Bidadari Surga berbahagia selalu? Bahagiakanlah Bidadari Surga ya, Allaah.

Puri menatap mata Tsun dalam-dalam, lalu tangisnya kembali pecah dan Tsun mencelos. Hatinya bergelenyar nyeri. Takut, jangan-jangan tanpa disadarinya sudah berbuat kesalahan hingga membuat Puri seperti ini.

"Sssttt, sssttt, Dik. Istighfar, Dik." Sebisa mungkin Tsun merengkuh Puri dalam dekapannya. "Ingat, Dik. Ada Buah Hati di rahim kamu. Nanti dia ikut sedih." Tsun mengusap-usap punggung Puri sepenuh kasih sayang. "Cerita yuk sama Mas?" Tsun berusaha untuk tetap tenang. Meski sebenarnya hatinya bergulung-gulung bak gelombang.

"Maaas," Puri berujar manja di sela isak tangisnya. "Maaas," ulangnya dengan nada lebih manja lagi.

"Iyaaah," Tsun melap air mata dan ingus yang berleleran di wajah ayu Puri. "Apa?" Tanyanya sabar. Tulus. Tak ada marah atau jengkel terbersit. "Iiih, ingusnya mengerikan, Dik." Candanya, sembari memasukkan gulungan tisu yang sudah bercampur air mata dan ingus Puri ke tempat sampah. "Tapi, tambah cantik deh!"

"Maaas ...!" Puri tambah merajuk. Tambah manja dan Tsun tambah gemas. Sedikit kelegaan memeluk hatinya. Lega, Puri sudah mau berbicara. Artinya, masalah ini akan segera usai. Aamiin. "Hiiik, Maaas!"

"Iyaaah? Apaaa, Diiik?" Tsun menirukan nada bicara Puri, lalu dicuilnya pucuk hidungnya yang mancung khas indo. "Apa? Mau digendong? Ngomong dooong," Tsun merapikan anak rambut Puri yang menjadi acak-acakan.

"Bukaaan, Maaas. Hiiik, Maaas." Puri melepaskan dekapan Tsun. Dilihatnya, kaos oblong Tsun basah oleh air mata dan ingusnya. Hihihi. Hatinya menjadi geli. "Puri mau main pasir pantai."

Tsun hampir tertawa. Lega. Plong. Tapi, tahu itu akan membuat Puri merajuk lagi, ditahannya tawanya itu dan berujar, "Ogah Mas. Sibuuuk, Dik. Main sendiri yaaah?" Sambil melangkah santai menuju kamar, seolah permintaan Puri hanya semacam hal sepele. Padahal, dalam hatinya, Tsun tertawa terpingkal-pingkal. Woalah, cuma pingin main pasir aja kok sampai nangis berjam-jam. Ada-ada aja kamu, Dik? Eh, tapi kalau wanita hamil emang gitu kali ya?

Puri mengikuti langkah Tsun, setengah berlari. Itu membuat Tsun tersadar, "Eeeh, Bidadari Surganya Mas ndak boleh lari!" Sergahnya sembari membalikkan badan. Puri terhenti dan tersenyum malu. Wajahnya yang terbalut kulit seputih susu terlihat ayu, bersemu merah muda yang memesona.

"Habis Mas ogah." Rajuknya lagi.

"Hahaha, iyaaah, Dik. Ke pantai. Besok yaaah, kalau Mas libur?" Hahahaha. Tsun tertawa lepas. Tawa bahagia. Puri merasa Tsun sedang menggodainya dan kini malah mendekati Tsun memberi kode minta digendong. Hahahaha. Yaaa, begitulah. Setiap manja dan rajukan ujung-ujungnya gendong deh.

---#---

Postingan terkait:

2 Tanggapan untuk "Serial Jannah Family: Kala Puri Merajuk"