Pilihan Hati 9

Sekarang aku tidak tahu harus bagaimana. Jujur, yang ada dalam benakku saat ini hanya satu. Mati. Aku ingin mati saja. Meninggalkan kelamnya cinta yang selama ini aku agung-agungkan. Mengubur Mas Alif dan pesona cintanya yang ternyata beracun dan mematikan itu dalam-dalam. Pergi! Selamat tinggal Mamak, Bapak. Maafkan Epi yang tidak tahu diri. Tidak tahu balasa budi ini. Maafkan Epi. Epi tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan ini.

Kuletakkan silet tepat di atas urat nadi. Kini pergelangan tangan kiriku gemetar. Begitu pula tangan kananku. Silet itupun bergetar. Dadaku berdebar sangat kencang. Detak jantungku meningkat ratusan kali. Aku menggelepar. Nanar. Kelebatan-kelebatan hitam bersama Mas Alif menghiasi benakku. Hatiku menjerit. Meradang.

"Pi? Kamu nggak ikut kita makan?" Tanya Nara. Suaranya terdengar ceria dan penuh perhatian. Aku menggeleng lemah tanpa sedikitpun berpaling padanya. Kurasakan Nira mendekat. Langkah kakiya begitu mantap.

"Pi ... Yaa, Allah, Piii...! Dyas, Aga sini!" Teriaknya panik. Nara memandangiku dengan keheranan. Dia mematung di tempatnya jongkok seolah ada lem yang merekatkannya di sana. Aku ngos-ngosan. Nafasku memburu.

"Epiii? Edan lo! Sini kasihin aku siletnya!" Kata Dyas marah.

"Iya. Sini. Gile lo, Pi! Ngapain juga bunuh diri. Rugiii, Girl!" Timpal Aga.

Aku diam. Tak melakukan gerakan apapun. Membisu.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pilihan Hati 9"

Posting Komentar