Pilihan Hati 2

Tatapan itu bukan tatapan yang kukenal selama ini. Bola mata itu milik siapa? Benarkah itu milik Bapak? Bukan, bukan! Itu bukan Bapak. Bahkan perubahan air mukanya meyakinkanku, itu bukan Bapak. Sekian detik setelah hening yang menguasai kami, Bapak beranjak dari tempat duduknya, berdiri tegak dengan kedua tangan mengepal. Tampak gurat-gurat kemarahan yang teramat besar di sana.

Aku menunduk. Rasanya tak sanggup melihatnya. Sementara Mamak memilih mendekatiku dan merangkulku dari samping. Entah apa yang ada dalam benak Mamak saat ini. Aku tak tahu, kecuali air mata yang mulai melinang di wajah ayunya.

Getar-getar dalam dadaku kian menguat, menyerupai guncangan yang sulit untuk diterjemahkan. Aku merasa ada paku yang menancapkanku ke kursi. Sulit rasanya untuk bergerak meski hanya sekedar menjentikkan jemari tanganku sendiri. Mendesah panjang dan berusaha mengucapkan sesuatu, untuk memberikan alasan atas pilihanku. Namun gagal ... Tenggorokanku seperti tersumbat sesuatu! Suaraku lebih buruk daripada serak. Akhirnya hanya semacam dehaman yang berhasil keluar dari sana.

"Epiii...! Kamu sadar, apa yang barusan kamu katakan? Sakit, Pi. Kamu..." Bapak kalap. Aku sudah menduganya sejak awal. Namunpun begitu tetap saja ketakutan menggulung sukmaku. Belum lagi saat Bapak tiba-tiba melakukan sesuatu di luar dugaanku.

Plaaak ... Plaaak...!
Bapak menampar pipi kananku dengan keras. Bukan hanya kesakitan. Aku merasakan halilintar menyambar hatiku. Duuuaaarrr...!

"Paaak, sudah, Pak! Jangan!" Teriak Mamak histeris. Kulihat Mamak berdiri dan memegang tangan kanan Bapak. Meski sudah terlanjur, setidaknya aku tahu, Mamak tidak akan membiarkan Bapak menamparku seperti ini.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pilihan Hati 2"

Posting Komentar