Bismillaah
"Ini, buat kamu," suaranya memecah kesunyian. Buat apa? Apa? Kamu siapa? Aku bingung. Maaf, aku memang sedang error. Hemmm, sejak beberapa hari yang lalu. Saat seseorang menggores hatiku dengan sebilah janji palsunya. Yang jelas, kamu bukan orang itu kan? Kumohon, jangan!
Aku menggigil. Serpihan es semakin deras terlahir dari rahim awan. Rasanya, sekujur tubuhku kaku. Tertancap di pelataran taman bunga yang sudah terkubur es. Aku, kaku. Membeku!
"Sora, jangan membuat dirimu sakit. Aku tak mau itu terjadi. Ini," suara itu terdengar lagi. Suara seseorang yang gemetar menahan dingin.
"Si, si, siapa?" Tanyaku, gemetar.
"Aku, Kak Amor," jawabnya, samar kudengar di antara suara bergemerisik es. Kak Amor? Oooh, Kak Amor? Kakaknya ...? Kenapa harus Kak Amor? Kenapa bukan dia, yang ke sini. Aku, aku, aku mau dia. Bukan Kak Amor.
"Kaaak," kataku, dan hanya itu. Secuil. Aku benar-benar membeku. Seingatku, semua meremang. Gelap dan aku tak tahu lagi apa yang telah terjadi.
***
Kepalaku berat sekali. Pening. Apa yang terjadi? Aku berusaha mengingat-ingat. Kak Amor? Dimana dia? Aku, dimana? Mama? Mana Mama? Aaah, rasanya mataku tak mau kubuka. Berat. Perih sekali.
"Sora, beristirahatlah. Tenangkan dirimu," itu Kak Amor? Suaranya begitu jelas. Oh, jadi, aku di rumah Kak Amor? Itu artinya ... Tooolooong, aku mau pulang. Aku tidak mau bertemu dengannya. Aku tidak mau!
Aku ingin berontak. Bangun dan berlari pulang. Tapi sayang sekali, hanya sanggup mengatakan ini, "Sora wanna go home, Kak,"
"Pulang? Kamu yakin? Baiklah ...," Kak Amor terdengar pasrah. Membantuku bangun dan bersiap mengantarku pulang. Aku merasa lega. Setidaknya, semua baik-baik saja. Meski, tidak seutuhnya. Maksudku, goresan luka di hatiku, masih sangat perih terasa. Aaah, rasanya tidak percaya. Dia melakukannya! Dia jahat sekali! Jaaahaaat!
Kami sudah sampai di depan pintu, ketika dia berlari ke arah kami. Dia? Kenapa panik seperti itu? Ada apa?
"So, ra. Sora, aku minta maaf. Aku, aku, salah. Aku, janji akan perbaiki diri. Aku, kemarin emosi," ucapnya terbata-bata. Napasnya ngos-ngosan. Aku tertunduk, pilu. Kekecewaan bercampur luka yang berdarah-darah di hatiku, mendominasi. Tiba-tiba, aku merasa muak. Ingin sekali menampar wajahnya yang angkuh itu. Ingin sekali! Aku geram. Geram, menahan semuanya. Kecewa, marah, benci.
"Sora wanna go home," ucapku. Dan sebisa mungkin mengayunkan langkah. Kurasakan tangan seseorang mencengkeram lenganku. Kuat.
"Aku berjanji, akan menjadi umbrellamu. Seperti yang kujanjikan, Sora. Mohon, berikan kesempatan," ucapnya tergetar. Kulirik Kak Amor. Masih berdiri mematung di sampingku. Aku terhenyak! Kenapa dia begini?
Begitu mudahnya dia berubah ....
---#---
Belum ada tanggapan untuk "Umbrella"
Posting Komentar