Bismillaah
Jadi, aku mau crayon baru. Crayon lamaku sudah banyak yang patah. Ada beberapa yang sudah menjadi cuilan kecil. Merah, biru tua dan oranye. Hikaaa.
"Mama, Okino mau crayon baru," kataku sambil menjumputi pasir di Minie-minie Garden. Musim gugur memang selalu menuangkan keasyikan tersendiri untuk bermain di kebun bunga kecil milik kami. Letaknya di belakang rumah, di samping garasi sepeda.
"Ummm, kan masih ada?" Mama mengernyitkan dahi. Aku tahu, Mama pasti tidak langsung mengizinkan. Mama selalu begitu. Sedari dulu. Kalau aku minta sesuatu yang baru, harus dipikirkan dulu. Baik-baik.
"Tapi sudah banyak yang patah, Mama." Aku merengek. Mengingat warna merah kesayanganku sudah patah menjadi lima bagian. Hikaaa. Itu, karena aku terlalu bersemangat mewarnai rainbow di sekolah kemarin.
"Iyakah? Nanti Mama lihat dulu ya? Kalau memang harus beli, nanti Mama belikan." To the point. Dan Mama memang selalu begitu. Khas.
***
Papa sudah selesai mandi. Yippieee. Saatnya merengek di hadapan Papa.
"Papa, Okino mau crayon baru," kataku manja sambil duduk di pangkuannya. Papa mencium keningku lembut.
"Crayon, Little Angel?" Papa mengusap-usap kepalaku, seperti biasa. Melepas rindu. "Love, crayon lamanya kemana?" Papa menanyakannya sama Mama. Aku suka sikap Papa yang ini. Selalu konfirmasi sama Mama. Tentang apa saja.
"Masih, Kangmas. Tapi memang ada beberapa warna yang sudah patah. Remuk malah," ungkap Mama sambil mencibir sayang ke arahku. Hehe. Aaah, please, Papa. Rengek hatiku.
Saatnya memasang wajah memelas. "Papa, please. Merahnya sudah kecil-kecil," kataku, dan Papa mencuili pipiku gemas.
"Bagaimana, Love? Dibelikan tidak?" Papa meminta pertimbangan Mama. Mama diam. Hikaaa. Menggeleng tapi tawanya pecah.
"Please, Mama. Ya, Papa? Please ....," haha. Kami tergelak. Papa dan Mama menggelitiku bersamaan. Malam yang indah. Di kamarku.
---#---
Belum ada tanggapan untuk "Crayon"
Posting Komentar