Istri Untuk Mas Oka

Ustadzah masih menatapku. Dalam sekali. Kudengar desah nafasnya yang menggambarkan sedikit khawatir dengan sikapku. Padahal, menurutku tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku ikhlas. Insya Allah. Bismillah.

"Nadia ... Saya, hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk kalian. Tapi, apakah kamu sudah siap dengan semua resikonya? Wanita itu ratunya cemburu, Nadia. Sensitifitas hati wanita itu ... Ah, kamu mengerti maksud saya, Nadia." Ucapnya dengan suara lirih dan bergetar. Kusuguhkan senyum manis. Semanis do'a dan ikhtiarku untuk Mas Oka.

"Insyaallah, saya siap, Ustadzah. Mas Oka suami yang shalih. Saya yakin, Mas Oka akan berlaku adil terhadap kami." Kataku kemudian, sembari menggenggam erat tangan Ustadzah yang menjadi dingin.

"Baiklah. Insyaallah. Semoga Allah memudahkan semuanya." Ucap Ustadzah di antara nafasnya yang menjadi sedikit terengah-engah.

"Jazakillah khayr, Ustadzah. Kalau begitu, saya pulang dulu. Salam untuk semua, Ustadzah." Ucapku santun. Kucium tangan penuh kasih itu dengan ketulusan hati terdalam.

Aku berjalan pulang dengan hati yang benar-benar lega. Bismillah. Semoga Allah ridha. Aamiin.

*
-------------------
Yaa, Rahman ...

Aku ikhlas, Engkau takdirkan begini. Meski sudah lima belas tahun dan belum Engkau percaya untuk mendapatkan buah cinta ... Aku percaya, ini yang terbaik di hadapan-Mu.

Yaa, Jabbar ...

Ijinkan aku mengajukan satu permintaan. Berikanlah Mas Oka keturunan yang shalih/shalihah, meski itu bukan dari rahimku. Berikanlah jodoh untuk Mas Oka, wanita shalihah yang subur ... Bolehkah jika aku mengusulkan Salsabila?

Berikanlah petunjuk-Mu ... Yaa, Hadii. Aamiin.
------------------

Ya, Allah ... Nadia?
Aku mencintaimu karena Rabb. Bahkan, aku tak perduli andai Rabb tidak memberikanku keturunan ... Percayalah.

*

"Assalamu'alaykum, Mas." Sapaku ramah seperti biasa. Sebisa mungkin kusembunyikan semua perasaan yang bergemuruh di dalam dada. Bismillah.

"'Alaykumusalam, Shalihahnya Mas. Sudah pulang? Tumben terlambat?"

"Iya, Mas. Tadi, Nadia ketemuan sama Ustadzah dulu. Sebentar," kataku berusaha meyakinkannya.

"Oh ... Biasanya Nadia ngajakin Mas kalau silaturahmi?"

"Oh, em, Mas ... Maaf," jujur aku gugup. Segera kubalikkan badan. Entah kenapa tiba-tiba air mataku berlinangan. Mas Oka dan bayangan Salsabila menyeruak ke dalam benakku. Menari-nari indah. Bagaimana ini? Belum apa-apa aku sudah cemburu. Bagaimana nanti?

Tiba-tiba Mas Oka merangkulku dari belakang. Dibisikkannya kalimat yang membuatku nyaris mati berdiri. Bagaimana Mas Oka bisa tahu? Dari mana? Siapa? Apakah Mas Oka membaca buku harianku? Oooh ...

"Nadia, please ... Jangan lakukan kitu. Mas mencintai Nadia karena Rabb. Mas ikhlas dan sama sekali tidak mempermasalahkan soal keturunan. Allah Maha Baik. Percayalah. Kita bisa mengasuh anak yatim, atau,"

"Maaas ... Maafkan Nadia, Mas."

The End

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Istri Untuk Mas Oka"

Posting Komentar