Bismillaah
~Azzam Rohana ~
Alangkah lebih bijaknya jika aku memutuskan untuk keluar dari pekerjaan yang sekarang ini dan pulang. Di rumah, aku bisa membuka usaha semacam Mosleemah Boutiqe sekaligus merawat Ayah dan Ibu. Rasanya tidak tega membiarkan beliau berdua di rumah sendiri. Ah, rasanya menjadi tidak adil menjadi anak tunggal. Eh, bagaimanapun kan Allah Yang lebih berhak menentukan. Jadi ... Ya itu. Aku resign, terus pulang dan melanjutkan perjalanan yang tadi kususun. Insyaallah, tabunganku sudah cukup untuk modal usaha. Semoga ini yang terbaik, Yaa Allah. Aamiin.
"Rohana, coba kamu pikirkan lagi baik-baik. Apa kamu tidak akan menyesal nanti? Pekerjaan kamu ini prospek banget loh! Gaji kamu besar bahkan kalau dihitung-hitung gajimu ditambah dengan bonus-bonus jauh melebihi gajiku. Bagaimana? Masa sih kamu resign begitu saja? Apa tidak sayang?" Pak Feri mencecarku panjang kali lebar. Haduuuh, jadi bimbang lagi. Kenapa sih aku ini? Padahal tadi sudah bulat utuh bundar mau resign dan membuka boutiqe di rumah. Tahu kan, menjadi owner boutiqe itu cita-cita terpendamku?
"Saya sudah mantap, Pak. Ayah dan Ibu prioritas bagi saya."
"Hemmm. Kamu sudah matang-matang mengambil keputusan ini, Rohana?" Tanya Pak Feri lagi. Tatapannya yang tajam membuatku sedikit grogi ples ragu sama dengan bingung. Perkawinan dua hal yang paling kubenci!
"Hemmm..."
"Bulan depan, aku akan menaikkan gaji kamu. Lima puluh persen. Fasilitas kamu akan saya tambah. Kamu akan kami pindahkan ke apartemen yang lebih mewah..."
Kata-kata Pak Feri meluncur bagai ribuan loli pop cokelat yang menggiyurkan. Nafsuku menjadi sangat liar. Baru membayangkannya saja aku sudah melambung. Secepat kilat aku berubah pikiran. Ayah dan Ibu lenyap dari ingatan.
"Baiklah, Pak. Saya tetap lanjut ... Ayah dan Ibu biar saya carikan pembantu dan pramu siwi saja"
*The End*
Belum ada tanggapan untuk "Azzam Rohana"
Posting Komentar