Roncean Fiksi Mini

Bismillaah

---Kau Dan Aku Masa Lalu---

Reuni. Entahlah, mengapa aku begitu interest untuk menghadiri Reuni Akbar itu. Mungkin, karena masa SMP adalah masa yang luar biasa istimewa. Dimana, aku mengenal banyak hal baru dalam hidup.

-Cinta monyet -Persahabatan -Pencarian jati diri

Yaaah, semua itu dan yang pasti, seragam biru putihku itu membuatku semakin eksis di rumah. Maksudku, aku jauh lebih berprestasi saat SMP dibandingkan waktu SD. Entahlah!

Kado dan bingkisan sudah siap. Semua kukemas dengan rapi dan indah dengan kertas kado beraneka warna dan corak. Semua Guru akan mendapatkannya. Sudah kuniatkan sejak Rika memberitahuku soal reuni itu. Jujur, sedari dulu aku suka berbagi. Sejak kecil maksudku. Apalagi sekarang, di saat Allaah sudah membuat hidupku serba mewah dan berkecukupan. Bahagia rasanya, membayangkan wajah-wajah sepuh yang tersenyum tulus dengan wajah berbinar merangkulku satu per satu. Intinya, aku hanya ingin berbagi kebahagiaan. Ada beberapa bingkisan yang akan kuberikan sebagai Door Prize. Biar lebih seru acaranya. Terlebih, saat Rika yang mengetuai acara reuni sekaligus Guru Bahasa Inggris di SMP kami itu, merangkulku menjadi Bendahara. Semangatku kian menanjak. Tinggi menjulang! Awalnya, aku keberatan, tapi Rika memberikan banyak wawasan padaku dan luluh! Hekekeke.

Kulirik jam tangan yang setia melingkari pergelangan tangan kiriku. Sepuluh menit lagi. Rika sudah berjanji akan menjemputku. Okeee, aku harus mengecek semua pintu jendela dulu. Pastikan, tidak ada yang terlewati untuk kukunci. Yaaah, maklum lah. Tinggal sendiri di rumah sebesar dan semewah ini, sangat diperlukan ketelitian untuk keamanan. Dulu, aku pernah membayar security di rumah, tapi tidak bertahan lama. Dia kurang ajar sekali padaku. Berani mengintipku mandi dan sering merayapi tubuhku dengan pandangan yang menjilat-jilat. Heran, padahal kan sudah kututupi dengan kerudung selebar ini! Ummm, mungkin karena aku belum menikah. Eh, apa hubungannya ya?

Duuuh, merana deh setiap kali membicarakan tentang ini. Tentang aku yang terlambat menikah. Duuuh, aku sih pinginnya semua berjalan normal. Wajar. Lulus kuliah, bekerja, menikah, punya anak dan terus berlanjut! Tapi, siapa yang sanggup melawan takdir? Hemmm.

Diiin, diiin! Naaah, itu Rika. Alhamdulillaah. Aku harus meminta bantuannya untuk mengangkut semua bingkisan ini ke mobilnya. Eh, atau pakai mobilku saja? Aku, punya tiga mobil, tapi--jangan ditertawakan ya?--tidak bisa menyetir!

Aku bergegas menuju mobil Rika yang terparkir anggun di halaman depan. Ah, baru sadar, ternyata halaman rumahku terlihat begitu indah. Taman bunganya, lebih-lebih. Bernuansa Eropa! Hakakaka. Eh, tapi sungguhan loooh, aku banyak menamam aster, rose, lili kecuali tulip. Hehe.

"Rika, bantuin aku dong. Banyak yang harus diangkut," haaa? Itu? Rika mana? Kaget sekali aku. Itu kan ....

"Sorry, Rika sibuk banget. Jadi, aku yang dimintai tolong jemput kamu. Mana bingkisannya? Biar aku yang ngangkutin. Kamu masuk saja." Whaaat? Itu sungguhan Jibril kan? Anak kelas A yang sukanya jahil dan usil itu kan? Eh. Tapi, semoga sudah punya cucu sebelas! Jadi, aku tidak perlu repot-repot menghindarinya. Duluuuu, dia ngotot pingin menjadikanku kekasihnya. Tepatnya, cinta monyetnya! Tapi, kan aku tidak boleh pacaran ....

"Wa, kok bengong? Ayo masuuuk. Aku udah selese masukin bingkisannya. Ada yang kutaruk di dalem. Bagasinya penuh. Ndak pa-apa kan? Eh, kamu kenapa? Sakit? Kok pucat?" Kurang ajar! Eh, astgahfirullaahaladhiim. Ini orang! Sebenarnya sadar tidak kalau aku ini, mendadak error? Karena surat-surat cintanya yang mengendap-endap di hatiku selama ini. Jujur, aku suka sama Jibril tapi aku tidak mau pacaran! Aku, maunya langsung dilamar terus nikah. Tapi, setelah perpisahan itu ....

"Hoooiii, Waaa!"

"Eh oeh ennng yoya ya, aku masuk," dah. Masuk saja. Asal saja.

"Eh, kamu pikir aku ini supirmu apa? Di depan sini dong!"

"Haaa? Oh, iya yaaa? Duuuh, kenapa aku jadi kampungan begini sih. Masa Si Boss yang The Big Boss ini mendadak kampungan begini hanya gara-gara Cinta Monyet yang amblas bertahun-tahun lamanya! Dan, sialnya, muncul pada saat aku tidak menyangkanya sama sekali. Okeee, pertemuan dengannya memang sudah terpikirkan. Tapi, tidak begini, kupikir! Maksudku, bertemunya ramai-ramai. Bukan berdua seperti ini! Rikaaa? Oooh, dia pasti dalangnya. Aku harus PM!

Mobil melaju sedang menuju SMP tercinta! Jibril sok jaim. Gaya sekali. Diam. Cuek bebek mandi di kali! Seolah tidak pernah mengenalku sama sekali. Hemmm. Aku juga harus bersikap sama. Seimbang.

Aku@Rik, elo gimana sih? Nyuruh Jibril buat ngejemputin gue?

Rika@Yeee, ngambek! Bilang aja kebenaran dah, Rik! Haaha

Aku@Iiih, gituh! Gue gak siap tau!

Rika@Justru itu, nunggu siap, kapan siapnya. Dah, met seneng-seneng deh. Ntar jadian traktirin gue yeee?

Aku@Whaaat? Seneng-seneng? Emang Jibril masih bujang? Eh, maksud gue belum nikah ya? (Contreng)

Aku@Rikaaa, jangan kabur lo! Maksudnya seneng-seneng? (Contreng)

Aku@Riiikaaa! Sini lo, gue ajar! Jadi lo udah ngerencanain ini semua kan? Ngako gak lo! Awwwwas lo ye! Liat ntar!!! (Contreng)

Kesal! Signal atau Rika memang sengaja mematikan HP-nya? Ah, coba ditelepon!

"Yaaah, dimatikan!" Pekikku. Tidak sadar kalau sedari tadi itu, ada yang memperhatikanku. Dan itu, Jibril! Mau tahu, seperti apa perasaanku? Seperti tercebur ke kolam renang di tengah malam! Menggigil ....

"Kenapa, Wa? Ada apa?" Jibril sok perhatian. Eh, tunggu dulu. Sepertinya, benar belum menikah deh. Lihat saja, dari gayanya. Sikapnya, caranya menatapku. Gelagatnya. Eeeh, tapi kan siapa tahunya sudah hampir menikah. Besok pagi atau pekan depan misalnya. Ah, sudahlah. Biarlah kupendam saja semua ini dan biarkan di sana selamanya. Sudaaah!

"Rika, mungkin lowbat, HP-nya," aku bersikap seolah tenang dan tak terjadi apa-apa.

"Oooh, ya udah. Ngomongnya nanti aja. Bentar lagi juga ketemu," yaelah! Sok bijak lagi. Emang dia sudah pikun ya? Sampai lupa kalau dulu setiap hari membuatku menangis di pojokan kelas gara-gara kejahilannya?

"He'em," dah, cukup. Aku tak mau banyak bicara. Aku pinginnya, diam seribu bahasa. Titik. Wahaaai, Cinta Monyeeet terlelap damailah kau di dasar hatiku! Jangan terbangun! Jangan pernah!

"Wa,"

"Hem,"

"Aku punya sesuatu buatmu,"

"Oh ya?"

"He'em. Nih," o em ji! Apa ini? Kuterima kado mungil itu dengan tangan gemetar. "Ya deeeh, kamu masih marah ya sama aku? Aku minta maaf ya? Tapi, sebenarnya, aku sayang kok sama kamu. Aku cinta ....," ciiit, braaak! Praaang!

Aku yakin, Jibril menabrak sesuatu! Tolong, aku terjepit! Aku, aku, aku. Gelaaap!

***

"Wa, syukurlah kamu sudah siuman," Rika? Itu suara rika kan? Jibril, mana Jibril? Tadi, dia bersamaku kan? Bagaimana keadaannya?

"Jib ... Ril," rintihku. Entahlah, badanku terasa remuk, terutama kaki kananku. Kupaksakan mataku melihatnya. O em ji, ya Allaah, kakiku patah? Kulihat, diplang dan digantung. Aku nyaris menangis, saat Rika menubrukku. Ada apa? Apakah kondisiku sangat memprihatinkan? Rasanya tidak. Hanya kakiku patah! Oooh, mungkin Rika merasa bersalah karena tidak jadi menjemputku!

"Sssttt, rika," hanya itu. Aku tidak sanggup bicara lagi. Persitiwa itu melintasi benakku, mencekam! Sempat kulihar, darah mengalir dari kepala Jibril. Jibril? Mana Jibril? Dia baik-baik saja kan?

"Wa ... Jibril sudah pulang. Eng, Jibril sudah mendahului kita, Wa," innalillaahi wainna ilaihi raji'uun.

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!

***

"Jibril, ini lihatlah, cincin kamu. Melingkar cantik dai jari manisku. Aku tidak akan pernah melepaskannya, hingga ragaku tak lagi bernyawa!"

Tanah kubur itu masih basah. Gundukannya menjelma wajah cuek bebek mandi di kalinya Jibril ....

The End

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Roncean Fiksi Mini"

Posting Komentar