Bismillaah
Ketika Saka Pulang By Sakura Sizuoka
Tak sabar rasanya, ingin segera sampai di rumah Wardah. Mempercepat langkah sambil sesekali membetulkan letak kerudungku yang asyik menari bersama angin senja. Aku sangat menyukai kerudung pink ini. Entah kenapa. Seperti ada daya magis yang membuatku mengharuskan diri memakainya setiap hari selama satu pekan terakhir ini. Jatuh cinta? Bisa jadi. Kerudung ini memikat hatiku begitu saja bahkan sejak pertama kali melihatnya di SABILA MOSLEM kemarin. Padahal selama ini, aku sama sekali tidak menyukai warna pink. Entahlah ... Lembutnya? Ukurannya yang lebar dan modelnya yang anggun dengan pita merah mawar di bagian samping telinga? Model wajahnya yang pas dengan bentuk wajahku? Tidak tahu. Yang jelas aku sangat menyukainya. Hingga akhirnya satu pekan ini selalu melekatkannya di kepala. Tersenyum geli mengingatnya. Alhamdulillah ada banyak gamis yang pas dengan warnanya. Jika tidak? Apa aku harus membeli gamis baru lagi? Ummm, sepertinya itu bertentangan dengan prinsip hematku. Hahaha. Oke, oke. Apapun itu yang paling penting aku suka dan tidak melanggar aturan apapun yang sudah kubuat sendiri. Malu, kan?
Rumah Wardah terlihat sepi. Taman bunga kecil di depan rumah yang dipenuhi puluhan jenis bunga menambah nuansa indah rumah berukuran cukup besar itu. Warna cat temboknya ungu muda dipadukan dengan warna ungu tua di bagian bawahnya. Jujur, itu menambah suasana romantis yang bagiku sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Sampai-sampai aku berdecak kagum karenanya.
"Rona..!" Suara Wardah memanggilku dari dalam rumah. Sejurus kemudian sudah menghambur ke luar dan merangkulku begitu saja tanpa mendengarku mengucap salam. Aku tak bisa menghindar. Wardah, kalau sudah begitu hanya bisa diiyakan dan dituruti. Gelak tawa kami menyeruak di keheningan.
"Wa'alaykumusalam. Dekat kan, jalan kaki?" Sapanya kemudian. Aku mengangguk memberikan jawaban lalu mengikutinya duduk di kursi bambu yang menambah kesan alami.
Tawa lenyap beganti sendu. Kami terdiam. Terlebih aku hanya bisa diam. Betapa tidak? Aku datang ke sini untuk menyampaikan perasaan duka cita pada Wardah. Ya. Mas Saka, kekasih hatinya telah memutuskan untuk pergi. Tadinya aku berpikir beberapa tahun lagi, Wardah dan Mas Saka akan segera melangsungkan pernikahan. Tapi, selalu begitu. Manusia memiliki rencana indah dan selalu saja rencana Allah yang paling kuat dan indah. Sebagai orang beriman aku harus meyakini itu. Wardahpun sama. Dia bahkan menuliskan dalam SMS-nya, "Aku nggak apa-apa kok, Na. Ada yang hak nanti. Jodohku takkan pernah tertukar. Yakin itu." Ah! Sayang sekali. Kenapa Mas Saka harus pergi. Hanya karena merasa tidak sepadan dengan kehidupan Wardah yang menurutnya sangat istimewa. Mas Saka mengatakan, tidak sanggup mengikuti kehidupan Wardah. Aku bungkam. Apa benar harus begitu? Bukankah Wardah menerimanya apa adanya. Wardah juga ikhlas jika harus mengikuti kehidupannya. Jadi, kenapa harus pergi? Ah! Menyakitkan..!
"Na, ini jus jambu merah kesukaanmu. Segar loh, es batunya juga aku kasih banyak. Sesuai dengan seleramu." Wardah meletakkan gelas gagang bening itu di meja. Wajahnya terlihat tenang. Meski tak bisa menutupi mata sembab dan wajah pucatnya. Oooh, sedih melihat ini. Wardah yang biasanya tampil sangat cheerly dan friendly. Ummm, tega sekali Mas Saka! Rutuk hatiku.
"Thanks, Wardah. Kamu nggak minum?" Kulihat dia menggeleng. Sambil membukakan untukku toples berisi kue kering yang katanya buatan Vetty teman sekelas kami. Vetty memang sangat lihai dalam hal membuat kue kering. Maklum saja jika dia bercita-cita memiliki toko kue keren dan ternama di kota ini. Yogyakarta. Well, sebagai teman aku mendukungnya. Selain kudo'akan aku juga rajin mencicipi kue-kue buatan Vetty. Jujur, aku suka dan Vetty juga senang karena aku bersedia menjadi pencicip kue-kuenya. Hahahaha. Simbiosis mutualisme!
"Jadi?" Aku membuka pembicaraan setelah sepuluh menit berlalu dalam senyap.
"Mas Saka pergi, Na! Keluarganya tidak bisa menerimaku. Padahal aku sudah menjelaskan berkali-kali, aku dan keluarga tidak pernah mempermasalahkan apapun yang ada dalam kehidupan mereka. Aku yang akan menyesuaikan. Tapi ... Entahlah! Mas Saka memutuskan begitu. Dijelaskannya dengan detail, Na. Jarak yang jauh dan kehidupan yang berbeda jauh menjadi faktor utamanya. Aku hancur, Na! Selama ini sudah sangat mempercayai dan mencintainya. Percaya dengan cintanya. Bukankah dalam cinta itu tidak ada kata meninggalkan dan ditinggalkan, Na? Bukankah cinta itu seharusnya selalu mentautkan diri satu sama lain..?" Banjir. Air matanya mengalir deras seiring rintik hujan di luar sana. Aku termangu. Hanya bisa mengelus-elus punggung tangannya dan menahan perih yang menguasai lubuk hati ini. Sungguh! Aku tak berdaya. Tak tahu harus bagaimana...
Wardah dan Mas Saka. Cinta kalian cinta suci. Di mataku setidaknya. Kalian menahan untuk tidak saling bertemu. Menjaga sikap. Menjaga semuanya agar tidak menjadi maksiat di hadapan Allah. Tapi, kenapa akhirnya begini?
Allahuakbar! Inilah cinta makhluk. Tak pernah ada yang abadi. Semua akan pergi. Mati. Semoga dengan kejadian yang menimpa Wardah ini, Allah menuangkan hikmah yang luar biasa untukku. Untuknya dan mereka. Siapa saja yang mencintai dan dicintai. Semoga semakin menyadarkan kita, "Allah Maha Berkuasa atas cinta-Nya. Jangan mencintai yang tidak halal di hadapan Allah. Bertawakallah..."
*The End*
Belum ada tanggapan untuk "Ketika Saka Pulang"
Posting Komentar