Jangan Ada Di Rahimku

Bismillaah

Jangan Ada Di Rahimku By Sakura Sizuoka

Aku muak sekali. Bangsat! Benda kecil itu harus segera kumusnahkan. Ini tidak boleh terjadi. Tidak mungkin. Ini pasti salah. Dasar Test Pack sialan..!

Tetap saja stripnya ada dua. Sudah sebelas Test Pack kuhabiskan dan hasilnya tetap sama. Dua strip. Menurut keterangan di sana, itu artinya positif. Aaapaaa..? Aku hamil. Bedebah kamu, Royyan! Kamu harus bertanggungjawab!

***

"Hahaha ... Lo pikir gue bisa elo bodohi? Apa buktinya kalau janin itu anakku? Bisa jadi kan, kamu make love dengan puluhan lelaki dan akhirnya bunting. Dina, Dina ... Kalau mau ngaco, jangan sama gue deh lo!" Cerocos Royyan penuh pelecehan. Aku tidak hanya marah. Murka dan lebih dari itu. Rasanya ingin sekali membunuhnya sekarang juga. Setan berwujud manusia itu sama sekali tak pantas hidup di dunia.

"Tega, kamu Royyan. Padahal jelas-jelas, aku hanya melakukan itu sama kamu. Sumpah, Yan. Aku ... Nggak ..." Kutahan air mata. Aku nggak boleh nangis. Harus kuat. Kalau aku lemah, Royyan akan tambah melecehkan.

"Halah, mana ada maling ngaku? Dasar pelacur, lo! Udah, pokoknya gue nggak mau tahu. Urusin aja sendiri. Kalo perlu lo gugurin janin itu! Nih, tanggung jawab gue. Sepuluh juta. Cukup kan" Katanya sadis sambil melemparkan segepok uang yang dimaksud ke arahku. Aku bingung. Linglung menguasai perasaanku. Mual dan pusing tak terkendali lagi. Menyerah. Pasrah. Kupandangi punggung Royyan yang kian menjauh menuju mobil. Lalu dengan perasaan tak menentu kupunguti lembaran uang yang sudah berserakan di jalan. Tak urung air matapun membanjir.

***

"Tolong, Mbah. Dina nggak mau hamil. Embah gugurkan saja kandungan Dina. Berapapun akan Dina bayar" Kataku memelas, sambil mengelus perutku yang mulai membuncit.

"Dina ... Embah bukan nggak mau bayaran. Embah butuh. Tapi, perutmu sudah cukup besar. Sudah nggak bisa digugurkan. Embah nggak mau ambil resiko." Ujarnya lirih. Matanya menyorotkan keprihatinan. Senyumnya miris. Ah, jadi serem. Gimana nih? Masa anakku harus lahir tanpa seorangpun mengakuinya sebagai anak? Aku harus merayu si Embah. Dia pasti luluh.

"Mbah ... Kalau sepuluh juta masih kurang, akan Dina tambahi. Tiga kali lipat kalau perlu. Asal, Mbah bisa menggugurkannya. Bagaimana?" Tampangku harus memelas, jadi kupaksa air mataku berhamburan. Lumayan, aku kan emang jago akting dari sejak kecil. Rupanya rayuanku maut juga. Si Embah menyuruhku berbaring di atas dipan. Tanpa ragu, kuturuti permintaannya.

"Maaf ya, si Jabang Bayi. Jangan marah sama Embah. Embah hanya menjalankan titah ibumu." Katanya sebelum meiup perutku sebanyak tiga kali. Mantra kali ya? Aaah, terserah. Mau mantra mau jampi-jampi, terserah yang penting, bayi bangsat ini mampus! Kataku dalam hati.

Pelan tapi pasti, si Embah memulai aksinya. Ditekanlah dengan kuat perut bagian atasku, dengan gerakan mendorong menuju bagian bawah.

Kontan aku berteriak kesakitan. Rasanya tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Kucengkeram bantal dengan kuat untuk mengurasi rasa sakit itu. Tapi, sekuat apapun aku mencengkeram tetap saja sakit. Keringat dingin membanjir. Aku nyaris pingsan.

"Aaa..! Stooop, Mbah. Stooop..! Dina nggak kuat. Sudah hentikan, Mbah!" Pintaku sambil mengerang menahan sakit.

"Gimana, Din? Mau dilanjutkan?" Tanya Embah setengah mendesis sambil menyuruhku minum air putih.

Keraguan menyergapku. Kelebatan-kelebatan kejadian itu, saat aku bersama Royyan membuatku sangat murka. Aku menangis sejadi-jadinya. Bingung, harus bagaimana.

Embah merapikan pakaianku. Menyelimuti dan memijat lembut kepalaku. Lumayan, pijatannya membuatku sedikit nyaman. Dalam hati aku merutuki janin keparat itu. Masa diurut sekeras itu nggak mau keluar juga. Sial..!

"Mbah, kenapa dia nggak mau ke luar dari rahim Dina? Dia nggak mau ada dia. Dia harus mati!"

"Janinmu sudah berplasenta, Dina. Dia sudah tertanam kuat di sana. Apakah kamu sudah bisa merasakan gerakannya?"

"Belum!" Jawabku, singkat.

"Oooh, ya sudah. Sekarang apa yang bisa Embah bantu? Tapi jangan meminta Embah menggugurkannya. Embah belum pernah gagal menggugurkan janin. Baru kali ini. Heran..!"

Ndereret, ndereret, ndereret..! Aneh! Tiba-tiba seperti ada getaran-getaran kecil di perutku. Mirip kedutan tapi lebih kuat. Kuraba dengan telapak tangan dan benar saja, getaran itu nyata. Menyerupai denyutan. Apakah itu gerakan janinku? Benarkah?

Entah kenapa, ada bahagia terselip di hatiku. Diam-diam aku tersenyum dalam hati dan tanpa kusadari sesuatu terucap dari bibirku yang sedikit gemetar, "Baby ... I love you!"

*The End*

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Jangan Ada Di Rahimku"

Posting Komentar