Bismillaah
Allaah, Aku Ingin Mati A fiction story by Sakura Sizuoka
Ya Allaah, aku harus bagaimana? Kenapa semua menjadi rumit seperti ini? Ampuni segala dosaku ini Ya Allaah. Hamba-Mu yang tak tahu diri ini.
"Mak, aku harus bawa kertas asturo, lem kertas sama gunting," aduuuh, kenapa nggak kemarin sore sih bilangnya? Kalau mendadak begini, yang mau beli di mana? Emang suda ada toko buka? Ini anak, memang keterlaluan!
"Mak, aku suruh Bu Guru bawa makanan lebaran. Untuk berbagi," ini lagi! Kenapa semua anak nggak normal begini sih? Padahal kan selama ini aku udah ajari mereka yang baik-baik. Aku sadar, aku bukan orang yang baik. Makanya, aku pinginnya semua anakku tuh jadi anak yang baik. Orang yang baik. Mana semua laki-laki lagi! Susah dikasih tahunya! Ampun!
"Aku juga suruh bawa makanan lebaran, Mak. Kata Bu Guru surh dibawa pakek kantong plastik!" Lha iyaaa, pakek kantong palstik! Masa mau dibawa sama mejanya? Duuuh, puyeng! Tiga anak, kalau laporan kebutuhan sukanya mendadak semua! Parah! Iya ajalah, percuma aku mendidik mereka sesempurna mungkin. Orang Bapaknya nggak pernah peduli! Aku begini, bapaknya begitu! Aku begitu, bapaknya begini! Sompret!
Astaghfirullaahaladhiim. Pagi-pagi sudah ngomel aja! Aaah, udah laaah! Yang penting gimana caranya, aku bisa bawain Ziki, kertas asturo dan gunting. Zaka dan Zaki makanan lebarana. Emang Gue Pikirin bapaknya! Mau mati kek, mau hidup kek! Bodo amat!
"Iyaaahh, nanti Mamak siapin. Dah, sekarang kalian mandi. Terus ganti baju. Terus sisiran. Terus pakek sepatu. Terus makan. Jangan lupa minum. Itu, kotak makannya udah Mamak siapin di meja. Tinggal masukin satu-satu. Zaki, kamu bantu zaki masukinb bekalnya ya? Mamak mau beli asturo buat Ziki! Awas, kalo Mamak sampe rumah, kalian belum siap ...," itu belum cukup! Rasanya, aaku masih ingin ngomel-ngomel sampe besok pagi! Atau tahun depan!
***
"Nyari apa, Bu?" Tanya ibu penjaga warung ramah.
"Kertas asturo, Bu. Sama gunting. Yang kecil saja,"
"Oh, nggih. Warna apa, asturonya?" Elaaah, lupa nanya tadi. Warna apa ya? Ini nih, kalo kerja sambil marah! Jadi nggak tahu kan warna apa yang dibutuhin Ziki?
"Yang campur ada, Bu? Lupa nanya tadi!"
"Oh, ada. Ungu muda sama hijau? Jadi sama guntingnya sepuluh ribu," nah, selesai juga akhirnya. Menunggu kembaliannya dulu. "Bu, kalau ada kembaliannya yang dua ribuan aja ya? Buat uang jajan anak-anak," lupa aku! Kan tadi belum kubagi jatah jajan. Biar galak juga, aku sayang anak-anakku.
Ngomong-ngomong, lama banget sih ngambil kembaliannya! Bisa telat dong kalau kayak gini?
"Maaf Bu, lama. Ini, silahkan," iyaaa, aku udah buru-buru! Jadi penjual ja - ngan ... Eh apa itu? Yang digendong ibu itu? Maksudku, itu anaknya? Kayaknya nggak normal gitu ya?
"Putranya, Bu?"
"Iya, sudah sebelas tahun. Tapi, ya gini. Istimewa! Jadi kayak anak tiga tahun. Harus sabar dan telaten, momogngnya," ha? Ed -di-ot? Eh. Apa itu namanya? Yaaa, pokoknya nggak normal gitu. Ya Allaah, mulai sekali hati ibu itu. Ketulusan dan keikhlasan nampak jelas di sorot matanya.
"Oh. Eh, mari, Bu?" Aku langsung tancap gas, setelah ibu itu mengangguk sopan padaku. Hatiku deg-degan tak menentu.
Ya Allaah, Aku jadi ingat ketiga anakku. Mereka, anak-anak yang sehat, cerdas, baik, nurut sama aku. Tapi, masih saja aku kejam sama mereka. Keterlaluan! Ibu macam apa sih, kenapa aku masih diberi hidup?
Astaghfirullaahaladhiim. Mulai detik ini aku harus menjadi ibu yang baik!
The End
Belum ada tanggapan untuk "Allaah, Aku Ingin Mati"
Posting Komentar